topbella
Tampilkan postingan dengan label Nostalgia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Nostalgia. Tampilkan semua postingan

Selasa, 21 Juni 2022

Tak Ada Kata Terlambat Untuk Kembali


Banyak hal yang sering terluput. Begitupun akhirat. Sering lupa, bahwa ternyata kita hanya singgah. Bukan Menetap. 

Tujuan yang benar bukanlah untuk menikmati manisnya dunia, tetapi mukim dan menikmati indahnya surga. 

Hanya sekedar menggunakan kacamata pribadi dalam memandang hidup bukanlah hal yang baik. Diri yang selalu sok tahu ternyata lupa, bahwa ada firman-Nya yang harusnya dijadikan pedoman. Bukan sebaliknya, tunduk pada hawa nafsu dan ilmu yang belum ada apa-apanya.

Pernah berada pada versi dimana hati selalu merasa rindu dan terpaut dengan-Nya membuat diri ingin merasakannya lagi... Dan lagi. 

Nyatanya sulit, ternyata butuh pegangan. Butuh sosok yang dapat terus mengingatkan. Walau dari kejahuan. 

Di titik ini semakin tersadar... 

Allah -yang Maha Agung- menghadirkan kita seorang diri, di dunia pun harus bisa berjalan sendiri, hingga saatnya tiba, kita akan kembali seorang diri. 


"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” 
(QS. Al Ankabut : 69)


Hai diri yang sering lalai... 

Teruslah berjalan.

Tidak pernah ada kata terlambat untuk memperbaiki, sekalipun rasanya sudah tersesat jauh. 

Asal ingin kembali, pasti Allah memberi jalan. Itu janji Allah. 

Silahkan, nyalakan pelitamu sendiri... 

Sebaik-baik peneman adalah Allah. Dan sebaik-baik pemberi cahaya jalan ialah Dia. 

Semoga Allah Ta'ala ridha untuk membimbing diri yang hina untuk mencapai surga-Nya. 

“Allah tidak pernah mengingkari janji-Nya, tetapi kebanyakan manusia mereka tidak mengetahuinya.”⁣



Raha, 
Selepas tahfidz


Read More..

Kamis, 29 Juli 2021

Hai Diri... Terima Kasih Telah Bertahan Sejauh Ini


Terkadang kita perlu sesekali membuka lembar nostalgia untuk sekedar menghibur hati yang sedang lelah... 

Sekedar meningkatkan rasa syukur, bahwa ternyata banyak kisah manis, indah, dan berharga yang pernah dilalui di masa silam...

Sesekali, katakanlah pada diri... 

"Tak masalah untuk beristirahat dan berhenti sejenak saat ini. Mungkin engkau lelah. Terima kasih telah berjuang dan bertahan sejauh ini".
Read More..

Selasa, 13 Juli 2021

Cuplikan Cerita di Waktu Dhuha


"Kring..." 

Bel waktu istirahat berbunyi. Sekarang pukul 09.30 WIB, itu berarti aku memiliki 30 menit dari sekarang yang harus aku gunakan seefisien mungkin. Dengan segera aku bergegas menuju kamar mandi. Tempat pertama yang akan aku tuju saat waktu istirahat tiba. 

"Assalamu'alaikum mbak". Sapa Qonita, teman sekelasku. Ucapan salam saat bertemu merupakan sunnah yang telah menjadi tradisi di pondok pesantren yang belum genap setahun aku berada di dalamnya. 

"Wa'alaikumussalam warahmatullah". Jawabku lembut tanpa mengurangi tempo langkahku yang memburu. 

Tak sabar, aku ingin segera sampai ke kamar mandi. Dan akhirnya, kutemukan mereka. Dua ember berisi cucian yang telah aku cuci sebelum berangkat ke sekolah pagi ini. Tidak. Ini semua bukan pakaianku, melainkan pakaian teman-teman angkatan yang diberikan kepadaku untuk dicuci.

Sosoknya berdiri di sana dengan pandangan yang berkaca-kaca disertai senyum yang dipaksakan. 

"Mau aku bantu nggak?" Tanyanya dari luar kamar mandi. 

"Tidak. Ini sudah selesai. Tinggal dijemur ke lantai tiga". Jawabku halus mencoba memahami perasaannya. 

"Kamu udah bilang mamah?". Untuk kesekian kalinya ia bertanya pertanyaan yang sama. 

"Tidak. Cukup kamu saja yang tau". Jawabku sembari sedikit tersenyum padanya. Sudah bisa kubayangkan bagaimana ekspresi penolakan mamah saat tahu anaknya menjadi tukang laundry di asrama. Bukan sekedar fokus belajar dan menghafal Al Qur'an, tapi malah mencuci pakaian kotor orang lain disaat uang saku tak pernah kurang dan selalu diberikan bahkan sebelum aku meminta. 

Tanpa kata, sosoknya menghilang dari luar pintu kamar mandi. Meninggalkan perasaan bersalah dalam diriku. Dialah orang pertama yang marah saat tahu aku menawarkan jasa laundry kepada teman-temanku. Dia saudari sepupu yang tahu betul bahwa aku anak manja yang belum pernah merasakan susah dan selalu dilayani oleh banyak orang sejak kecil. Kemarahan dan sedihnya kutahu merupakan wujud dari kepeduliannya kepadaku. 

Belum genap satu menit, tiba-tiba... 

"Eh, ngapain?" Tanyaku kaget. Tanpa permisi ia mengangkat satu ember cucian yang telah aku beri pewangi. 

Dengan enggan ia berujar, "Aku bantu aja, nanti lama". Suatu perkataan yang lebih terdengar seperti perintah ditelingaku. 

"Baiklah." Jawabku mengiyakan tanpa sedikitpun terbesit untuk menolak. 

"Kamu janji ya, secepatnya berhenti nyuci baju orang. Kalau mamah kamu tau pasti marah". 

"Insya Allah." Jawabku ragu. Ragu, karena aku sendiri tak tahu kapan akan berhenti. Terlalu indah rasanya saat bisa membeli apa yang kita inginkan dengan uang sendiri tanpa harus meminta kepada orang tua, apalagi diusia remaja. 

Sembari membaca ayat Al Qur'an yang hendak aku setorkan sore nanti, ku ikuti langkahnya menaiki setiap anak tangga menuju lantai tiga. Aku tersenyum. Indah rasanya. Kelak, saat-saat seperti ini akan aku rindukan. Saat-saat dimana aku memilih untuk berjuang dan mengisi lembar kehidupanku dengan hal-hal yang bermanfaat dan pengalaman baru. Kisah yang akan aku bagikan kepada anak cucuku nanti, bahwa pernah merasakan hidup dengan perjuangan itu indah dan akan berbeda jika enggan keluar dari zona nyaman. 

Dan yang terpenting, jika kelak Tuhan Semesta Alam bertanya, "Dengan apa engkau gunakan masa mudamu?", maka aku akan menjawab sembari tersenyum, "Dengan menyibukkan diri dengan hal yang bermanfaat dan beribadah kepadaMu ya Rabb".


'Aisyah Yusriani Al Haddad 


(Ditulis kembali dari buku Live the Life with Love)



Read More..

Rabu, 07 Juli 2021

Hidayah Bukan Milikmu

Dengan langkah memburu aku menemuinya 

"Kamu merokok?". 

Wajahnya berpaling, memperlihatkan dengan jelas keengganannya menjawab pertanyaanku. Kulihat abu rokok berserakan di sudut ruangan.  Seketika sesak mendera.

Dalam benak terus terpikir untuk segera pergi dan tak terhanyut dengan masalah yang dibuat. Tersadar telah kutinggalkan banyak orang demi dia. Kilasan memori dua bulan lalu berputar layaknya sebuah cuplikan film. 

Teringat asalan dekat dengannya tak lain untuk murubahnya agar kembali ke jalan yang benar, hidup dengan lebih baik dan terarah. Betapa investasi akhirat yang menggiurkan bukan? 

Sosok yang kulihat kehilangan pegangan dan aku berharap semua yang aku lakukan dapat menjadi investasi akhirat saat jasad telah melebur bersama tanah. 

"Ka, jangan pergi. Kalau kakak juga pergi, lalu siapa lagi yang sayang sama aku?" 

"Lihatlah, banyak orang yang sangat peduli sama kakak. Sedangkan aku?"  Ucapannya terhenti, menoleh ke atas dan menarik oksigen dalam-dalam 

"Tetaplah tinggal". 

***

Pada akhirnya aku semakin tersadar, bahwa sekeras apapun usaha kita merubah seseorang, pada akhirnya hidayah tetaplah milik-Nya dan Dialah yang menentukan kepada siapa hidayah itu hendak Ia beri. Sungguh, hidayah itu bukan milikmu yang bebas engkau berikan kepada siapa saja yang engkau kehendaki.

“Sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak akan dapat memberi hidayah (petunjuk) kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi hidayah kepada orang yang Dia kehendaki, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk”. (Al Qashash: 56)
Read More..

Minggu, 30 Agustus 2020

Belajar Memahami

Beberapa tahun lalu punya teman yang saat bersama keluhannya begitu banyak. Sakit fisik yang diderita, masalah keluarga, pertemanan, dll. Akan tetapi, saat bersama orang lain dia terlihat baik-baik saja, bahkan terlihat ceria. Sakit fisik yang selalu dikeluhkan saat bersamaku melebur entah kemana. 

Saat itu seorang teman berkata, "Kamu ngapain segitunya banget sama dia? Dia itu manja amat. Dia baik-baik saja kok. Aku heran masalah dan sakitnya seberat apa?" 
 
Mendengar itu aku hanya tersenyum. Tak terprovokasi, tapi tidak menyangga juga. Wajar. Aku pun terkadang heran, "Wong dia baik-baik saja kok, tapi kenapa selalu tak pernah ingin ditinggal? Selalu bawel dan selalu terlihat lemah saat bersama?" 
 
Dulu hanya sebatas empati. Sebatas ingin memperlakukan orang lain dengan perlakuan terbaik. Dan yang aku tahu, TOLERANSI SAKIT SETIAP ORANG ITU BERBEDA-BEDA. TIDAK SAMA. KITA MAMPU, BELUM TENTU DIA PUN DEMIKIAN. Bukannya sedang bermain peran. Tidak. Ia hanya tak ingin mengumbar keterpurukan dan rasa sakitnya kepada banyak orang. Itu yang aku pahami.

Seiring berjalannya waktu akhirnya aku belajar, bahwa seseorang terlihat baik-baik saja belum tentu hati dan fisiknya pun demikian. 

Terkadang ada rasa perih yang tertahan dalam setiap tawa. Ada sesak yang tersimpan dalam sebuah keceriaan. Hingga kita menemukan orang yang kita anggap tepat untuk dapat berbagi rasa, berbagi rasa sakit yang sebenarnya tak lagi dapat tertahan dalam waktu yang lebih lama. 
 
Terkadang kita hanya menunggu seseorang yang tepat. Seseorang yang membuat kita nyaman menumpahkan seluruh beban yang tersimpan, dan memperlihatkan bahwa "aku sedang tidak baik-baik saja."
Read More..

Kamis, 29 Agustus 2019

Cinta Membuatku Rela Menjadi Tukang Laundry

Alhamdulillah tak terasa sudah sepuluh tahun dalam hijrah. Flashback sekitar 8 tahun lalu, sempat ada dimasa saat ketertarikan pada buku begitu menggila. Sejak SMA lihat buku seperti ibu-ibu belanja ke mall terus lihat diskonan ^_^. Selalu sayang rasanya kalau sampai tidak terbeli. ^_^ 

Mau beli harganya puluhan, ratusan, bahkan ada yang jutaan. Minta ke ortu rasanya malu padahal masih SMA saat itu. Tapi entah kenapa sejak SMA selalu malu rasanya untuk minta uang apalagi untuk beli ini dan itu diluar kebutuhan. Bukan karena orang tua tidak mampu, tapi karena ingin merasakan bagaimana nikmatnya berjuang dan berusaha tanpa harus selalu minta ke ortu. 

Sampai akhirnya saat masuk pesantren bela-belain tidak jajan saat teman-teman yang lain pada jajan demi buku. Cuman beli coki-coki  gopean terus dibagi tiga buat pengganjal perut. Sengaja digunting jadi tiga bagian biar nanti bisa nyampe 1-2 hari. Saat lapar dimakan sedikit buat pengganjal perut sambil nunggu waktu makan, terus sisanya disimpan lagi buat dimakan pas lapar. Semua itu biar uang jatah jajan bisa ditabung untuk beli buku. ^_^

Sempat jadi tukang laundry juga pas zaman awal-awal mondok di Yogyakarta. Rela cuciin pakaian orang terus dijemur ke lantai tiga demi buku. Secinta itu, dan tidak malu sama sekali. Ingat sekali saat itu laundry sekilo tiga ribu rupiah. Nyucinya pakai tangan pula. He...

Sebelum berangkat ke sekolah baju-baju laundry sengaja direndam dulu. Bel istirahat saat teman-teman yang lain sibuk jajan dan ngobrol, aku buru-buru dengan langkah cepat bahkan terkadang lari kecil menuju KM (kamar mandi) buat ngucak pakaian laundry terus sholat dhuhah sebelum bel masuk berbunyi.
Kemudian saat bel pulang, langsung bergegas pulang duluan buat jemur cucian diember dan dibawa ke lantai tiga. Kebayang gak, angkat dua ember naik tangga ke lantai tiga pegelnya kayak apa disiang bolong? EMEJING...

Sorenya setelah tahfidz barulah jemuran-jemurannya diambil dari lantai tiga dibawah ke kamar buat dilipat dan diantar kepemiliknya masing-masing. Semuanya demi buku...









Tak sampai setahun jadi tukang laundry tanpa sepengetahuan ortu dan betapa lelahnya saat itu. Selalu ngos-ngosan, lupa rasanya tidur siang seperti apa, dan sholat adalah waktu istirahat terbaik, waktu istirahat terindah. Saat aku bisa curhat sepuasnya kepada Rabbku. Menceritakan sepuasnya betapa lelahnya aku saat itu. Betapa terkadang jenuh tapi juga ingin mengisi setiap detik waktuku dengan berjuang dijalan Allah.

Saat itu capek…

Tapi begitu indah…

Saat-saat dimana selama empat tahun aku lupa bagaimana rasanya tidur siang karena mengejar target hafalan qur’an...

Saat-saat dimana aku lupa bagaimana rasanya berleha-leha dan tertawa lepas tanpa beban, tertawa tanpa harus terbayang akan neraka...

Saat anak-anak SMA sebayamu sibuk nongkrong, dan kamu hanya selalu berdua dengan Al Qur’an…

Saat anak-anak SMA sebayamu banyak tertawa dan kamu rasanya selalu ingin menangis karena rindu akhirat…

Saat anak-anak SMA sebayamu menceritakan cita-cita besar mereka mengenai dunia, ingin jadi dokter dan meraih gelar setinggi mungkin dan yang ada dibenakmu hampir setiap saat kala itu hanyalah ingin masuk surga, tak ada lain…

Saat anak-anak SMA sebayamu begitu mudah menghamburkan uang, dan kamu berusaha kerja keras untuk membeli keperluan dan keinginanmu padahal orang tua mampu memberikannya…

Mungkin salah satunya karena dari kecil sudah didoktrin untuk merasakan susah, abi –rahimahullah- selalu bilang, “Hidup itu jangan enak terus. Harus merasakan yang namanya hidup susah, hidup mandiri dan berjuang. Hidup dengan perjuangan itu indah, rasanya akan beda dengan orang yang hidupnya serba enak.”
Dan karena itulah aku bergitu bersemangat untuk hidup dengan penuh perjuangan (walaupun aku tau, perjuanganku sungguh tak seberapa dan tak ada apa-apanya dibanding yang lain. Ya, setidaknya aku sudah sedikit berusaha. Berjuang dengan versiku sendiri)


Saat-saat itu...
Lelah memang, tapi ada kebahagiaan yang tidak akan pernah bisa dideskripsikan. Terimakasih yaa Rabb... Segala Puji BagiMu yang membuatku pernah merasakannya 🌹
Rindu 🌹🌹🌹
Read More..

Rabu, 24 April 2019

Mengapa Aku Tidak Pernah Pacaran? (2)

Tidak fit berhari-hari membuatku jadi ingat DIA…

Orang yang dulu selalu menyuapiku saat sakit… Bahkan terkadang menggendongku saat aku malas jalan…
Orang yang dulu selalu bertanya, “ingin apa?” seraya memelukku bahkan seringkali disertai ciuman sayang dan akupun marah…
Ya, marah karena saat itu aku merasa sudah mulai dewasa, sudah SMA dan tidak mau diperlakukan seperti anak kecil lagi… 

DIA…
Orang yang selalu datang ke kamarku membawa toples cemilan sambil menemaniku belajar dan  mengelus lembut rambutku…
Saat aku tidak suka akan sesuatu, DIAlah orang pertama yang akan tahu tanpa aku ucapkan terlebih dulu…

Orang yang dulu selalu memberiku motivasi melalui kisah-kisah inspiratifnya dan mengajarkanku banyak hal secara detail tanpa lelah...

DIA...
Orang yang kurasa paling menyayangiku dibawah kolong langit... Hingga setelah dimarah pun beberapa menit kemudian aku akan datang meminta maaf dan duduk manja dipangkuannya seolah tak pernah terjadi apa-apa... 

Orang yang sangat sering kuekori kemanapun hendak pergi, bahkan hingga aku SMA. Saat pergi ke rumah teman untuk urusan kerjaanpun aku ikut, dan beliau tidak keberatan sama sekali ^_^

Kalau ditanya kenapa dulu aku tidak pernah pacaran, sekarang aku tau jawabannya…
“Karena aku telah mendapat kasih sayang, perhatian, serta perlakuan yang begitu besar dan baik dari seorang laki-laki hingga merasa tak membutuhkannya lagi dari laki-laki lain”


I LOVE YOU…

I love you, my lovely daddy…

One thing I’ve learned such an early age is…
Sebenarnya yang membuat kita merasa “saya adalah orang yang paling bahagia” bukanlah uang, bukan jabatan, bukan prestasi… Akan tetapi “perasaan” DICINTAI yang dalam, perhatian yang terasa berlimpah, rasa kasih sayang dan selalu diutamakan.
Saat kita merasa kurang bahagia dan selalu kurang, itu mungkin karena kita kurang bersyukur dan “tidak merasa” ada kasih sayang yang besar dan selalu diutamakan dari orang-orang disekitar kita. Maka cobalah untuk merasakan cinta dan kasih sayang mereka…


The last, thank you Allah…

Terimakasih pernah membuatku merasakannya...
Segala puji bagiMu yang senantiasa menggerakkan hati orang-orang disekelilingku untuk mencintai dan menyayangiku… karena aku tahu, bahwa Engkaulah yang menggerakkan hati mereka, BUKAN karena aku yang baik.
Read More..

Rabu, 07 September 2016

Akhirnya Aku Berhijab

Saat awal memakai hijab dulu, sempat ada keraguan...

Belum siap. Terus mikir, lha terus siapnya kapan? Keburu mati. Ajal nggak ada yang tau!

Terus mikir, kalau ayah sama ibu pergi gimana? What i've given for them? Ayolah, aku sangat ingin berubah. Hanya ada 1 kalimat yang ingin aku dengar. "Aku bangga padamu nak!", no more.

Keraguan yang lain...
Kalau nggak ada yang suka lagi gimana??? kalau gak ada yang nembak lagi gimana? //heh, mati dong! ^^
Trus, masih pada mau caper pamer motor baru depan rumah lagi nggak ya??? Oh, ok. Ini mungkin sedikit berlebihan, hehe.

Terus, teman-teman masih pada mau dekat gak ya? Oh ayolah, aku memutuskan untuk langsung berhijab syar'i yang menutup seluruh tubuh saat aku masih mengenyam pendidikan di sekolah umum. Bukan jilbab lilitan yang hanya akan membuatku tercekik kehabisan nafas...

Tapi dibalik semua itu hanya satu keyakinan yang dapat membuang semua keraguan...

Bahwasanya di saat itulah orang-orang yang baik dan tulus akan terseleksi. Teman yang baik akan terus mensupport jika perubahan itu positive. Adapun teman yang kurang baik, maka ia tak akan tahan berdekatan dengan teman yang baik. Karena setiap jiwa akan mencari teman yang sesuai dengan jiwanya.

Memiliki satu teman namun ia dapat membawa kita dalam keta'atan dan ketenangan itu jauh lebih baik dari pada memiliki banyak teman yang populer namun justru membawa kita dalam keburukan dan kegalauan

🌠🌠🌠
Hmm, saat itu indah ya, saat harus merangkak dan tertatih-tatih buat bisa menjalankan syariat yang bertentangan dengan kebiasaan orang banyak. Harus melepas pakaian modis. Saat harus terlihat asing, saat seorang temen cowok nyeloteh "kok dia pake sarung??" Hehe... Yah wajar sih, saat itu pake rok payung+kerudung selutut padahal teman2 yang lain pake jins+baju dengan segala model...

Tapi mereka tak tahu seberapa tenang dan tentramnya perasaanku saat itu...
Seberapa indahnya saat merasa dekat denganNya. Seberapa besar kekuatan dan kepercayaan diri yang dimiliki karena merasa aman dalam penjagaanNya.

Cuman ingin menjadi lebih baik, bersiap menghadapi kematian... toh siapa sih yang gak ingin terlihat cantik, modis, berbaur cwe/cwo tanpa sekat? tapi yah itu ada batasan2 yang harus dijalankan, bahwa ada kehidupan setelah kematian.

"Jangan sampai ilmu dunia kita S2 tapi ilmu agama kita TK"
Read More..

Selasa, 10 Mei 2016

Jalan Panjangku Meniti Jalan-Mu (Part 3)

Tujuh tahun...
Tak terasa tujuh tahun dalam hijrah. Terpuruk, down, berkali-kali jatuh, berkali-kali bangkit, hingga berada dipuncak keimanan rasanya telah dilalui. Terkadang ingin menyerah, capek juga taat terus. Sabar terus. Tak jarang, rasa gersang dan kesepian pun menyertai saat selalu mencoba menahan hawa nafsu dan berbagai keinginan duniawi agar tetap berada dalam koridor-Nya.

Ingin kembali ke masa awwam dulu, melakukan banyak hal tanpa harus terbebani karena sudah tau hukumnya. Yah, pernah sempat terlintas keinginan seperti itu. Apalah aku kecuali tetap manusia biasa.

Tapi buat apa???
Seneng-seneng dalam maksiat, lalu kalau meninggal besoknya bagaimana??? 

Disitulah terkadang saya merasa galau >__<

Telah banyak hal yang ditinggalkan. Masa mau mundur???

Al-Imam Al-Hasan Al-Bashri rahimahullahu berkata yang artinya:
“Demi Dzat Yang tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Dia, menegakkan As-Sunnah itu berada di antara dua kelompok. (Kelompok) yang ghuluw dan (kelompok) yang bersikap meremehkan. Maka bersabarlah kalian di dalam mengamalkan As-Sunnah, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa merahmati kalian. Sesungguhnya pada waktu yang lalu Ahlus Sunnah adalah golongan yang paling sedikit jumlahnya. Maka demikian pula pada waktu yang akan datang, mereka adalah golongan yang paling sedikit jumlahnya. Ahlus Sunnah adalah orang-orang yang tidak mengikuti kemewahan manusia. Tidak pula mengikuti kebid’ahan manusia. Mereka senantiasa bersabar di dalam mengamalkan As-Sunnah sampai bertemu dengan Rabb mereka. Maka hendaknya kalian pun demikian.” (Syarah Ath-Thahawiyyah, 2/326 )

"Sesungguhnya dunia ialah negeri yang mencemaskan. Adam diturunkan kepadanya tak lain sebagai hukuman atasnya. Ketahuilah, sesungguhnya keadaan dunia tak seberapa, barangsiapa memuliakannya, hinalah dia. Setiap saat selalu ada yang binasa disebabkan dunia. Maka jadilah engkau laksana orang yang mengobati lukanya, ia bersabar akan rasa sakit (ketika mengobati), karena khawatir musibahnya akan berkepanjangan.” (Hasan Al Bashri -rahimahullah-)

Dan kini?

Alhamdulillah Allah masih memberikan hidayah-Nya. Masih bisa berhijab saat praktek klinik Rumah Sakit, masih bisa ngaji di tengah-tengah tugas perkuliahan dan target kelulusan. Masih tahan gak chat sama lawan jenis juga sampe datang yang halal *he

Hmm, tujuh tahun. Begitu tak terasa. Semoga bisa terus berada dalam hidayah dan dekapan-Nya hingga penghujung waktu. Aamiin

مداني، ١٠-Ù¥-٢٠١٦
Read More..

Senin, 27 April 2015

My Lovely Family Part 2

Orang tua ana itu romantis, pake banget. Udah berumur masih aja suka ngedate. Ana aja anaknya kagak pernah!! Lho, kok??? ^_^




Sebelum membaca My Lovely Family Part 2, silahkan membaca part 1nya disini. 

Dipart ini ana  akan menceritakan betapa romantisnya kedua orangtua ana -rahimahumallah- dimasa tua. Diusia yang tak lagi muda keduanya masih saja sering mengumbar keromantisan dan saling menunjukan kasih sayang. Makanya, bukan hal aneh lagi kalau abi dan ummi sering pelukan dengan sayang didepan anak-anaknya. Catat! ANAK-ANAKNYA, bukan anak-anak tetangga. He

Jujur saja, hingga duduk dibangku Menengah Atas ana belum pernah mendengar keduanya bertengkar atau saling membentak. Jangankan membentak, mendengar kata-kata kasar saja tidak pernah. Mungkin kalian akan berkata, “Lho, kok bisa?? Nggak mungkin nggak pernah marahan! Paling nggak diperlihatkan ke anak-anak”. Oke, boleh jadi benar. Ana juga heran, kenapa abi gak pernah marah ke ummi? Apa abi termaksud suami takut istri? Saking penasarannya ana bertanya pada ummi (siapa tau dapat tips pernikahan, hehe) dan jawaban ummi adalah, “Dari awal hingga terakhir bersama mama dan ayah memang tidak pernah bertengkar. Ayah juga tidak pernah memarahi mama, kalau berdebat paling masalah kalian. Mama juga sering tanya kenapa ayah tidak pernah marah dan membetak mama padahal mama sadar mama banyak kurangnya, tapi kalau mama tanya ayah selalu jawab, “tidak ada yang perlu dikoreksi dari mama, ayah tidak menemukan celah untuk bisa marah sama mama” ^_^


Ummi and abi sweet couple banget deh. Apa-apa berdua. Kalau ummi nyuci, ntar abi yang sepulin trus dijemur berdua. Kalau ummi masak, abi bantuin atau paling tidak nemanin ummi masak. Kalau lagi sellow, abi bakalan ngantar ummi kemana-mana.

Walaupun abi orang kantoran, tapi tidak sesibuk ummi. Ummi itu super duper sibuk. Pagi ngantor, siang ngajar, sore sampai malam melayani pasien dan kegiatan-kegiatan lainnya. Walaupun begitu abi selalu memaklumi dan memberikan jutaan perhatian kepada ummi. Siang hari saat ummi tertidur, abi akan melarang kami untuk berisik dan menjaga agar ummi bisa tidur nyenyak. Saat ummi harus menolong persalinan hingga tengah malam, abi akan ikut bangun dan membuatkan ummi segelas susu, bahkan sesekali memijat pundak ummi seakan merasakan lelah yang ummi rasakan. Ana juga sering melihat abi suka mengelus kepala ummi dengan sayang. Tapi bukan berarti abi suami-suami takut istri lho yaa… Abi berlaku demikian karena ummi juga memperlakukan abi sedemikian rupa.





Pernah suatu ketika ummi melihat abi sedang menyetrika, kemudian ummi menghampiri dan berkata “Ayah kenapa setrika baju sendiri? Kan bisa suruh mama atau anak tinggal”. Dengan senyum manis abi menjawab “mama itu capek. Nanti kalau saya suruh mama dan mama tidak mau nanti mamah dosa”. ^_^

Abi itu orangnya sangat pantang membuat ummi cemberut dan selalu berusaha menyenangkan hati ummi. Kadang kalau lagi bercermin ummi sering bertanya mengenai postur tubuhnya, “Mamah gemukan ya??”  Sambil memeluk ummi  dengan sayang, abi menjawab, “Cantik. Menurut saya mamah itu selalu cantik dan ideal".

Terkadang pula ummi bertanya mengenai masakannya yang keasinan. “masakan mama asin sekali ya??” Reflek abi memakan makanannya dengan penuh semangat sambil mengangkat jempolnya dan berkata “Kata siapa asin???  enaaakk… masakan mamah enak. Iya kan???”
Melihat itu, kami hanya bisa tersenyum. Yassalaaam, please deh!  Masakan mamah tuh asin pake banget. Heeeek…


Orang tuaku, aku belum melihat samanya. Bagaimana akhlaknya, kasih sayang yang berlimpah, kedisiplinan dan perhatian yang mereka tunjukan. Hingga dihari terakhirnyapun abi masih berlaku sama. Menemani ummi masak, menyambutku di depan pintu tatkala pulang sekolah lalu menggiringku ke dapur dan duduk dipangkuannya. Mengelus sayang kepalaku dan membukakan kulit rambutan hingga siap kunikmati. Padahal saat itu aku telah berusia 16 tahun, namun perhatian itu seolah semakin bertambah setiap harinya. Aku pikir, hanya aku yang merasakannya, ternyata ummipun merasakan hal yang sama hingga tak jarang ummi selalu bertanya “Mengapa ayah begitu baik? Kalau mama ada salah dan kurang, tolong ditegur”. Dan lagi-lagi abi selalu menjawab “tidak ada yang perlu dikoreksi dari mama” ^_^

Keharmonisan itupun berlangsung hingga hari terakhir abi -rahimahullah-. Beliau melepas nafas terakhir diatas pangkuan ummi, membuatku mengingat kepergian Rasulullah -shalallahu 'alaihi wasallam- saat terbaring dipangkuan ‘Aisyah –radhiyallahu ‘anh-.

Sebelum kepergiannya, beliau -rahimahullah- sempat bermimmpi yang menurutku merupakan teguran agar abi mencurahkan perhatiannya kepada ummi diakhir sisa hidupnya, karena pada akhirnya ummilah yang akan merasa sangat kehilangan nantinya. Diakhir hayatnya, beliau -rahimahullah- diingatkan untuk memberikan kesan terindah kepada orang-orang yang dicintainya. Dan benar saja, beliau pergi dengan meninggalkan kenangan dan cerita indah kepada orang-orang yang mengenalnya. Kesabaran, kebaikan, keramahan, dan segala kebaikan lainnya. Beliau, sosok yang begitu bersahaja. Sosok yang mengajarkanku bagaimana berkasih sayang. Sosok yang mengajarkanku bagaimana bersikap rendah hati. Sosok yang terus memotivasiku untuk menjadi sosok yang tangguh. Dan melalui beliaulah aku tersadar akan apa itu kehidupan.

Ah, orang tuaku… Betapa romantisnya kalian ^^

Semoga Allah mengumpulkan kalian kembali di Surga sebagaimana Allah telah mempertemukan dan mengumpulkan kalian berdua di dunia yang penuh sesak ini. Semoga Allah memberi tempat yang baik untukmu saat ini wahai abi sayaang… Dan semoga Allah menguatkan dan melindungimu wahai ummi. Bersabarlah, semoga Allah mempertemukan kalian kembali dalam keabadian.

Love u mom ‘n’ dad. Uhibbukum fillah...

Read More..

Rabu, 01 April 2015

Rindu

Aku lupa rasanya...
Sebesar apapun mencoba memutar memori,
tetap saja rasa itu tak dapat hadir kembali...
Ah, tidak... ku tahu, aku belum bersungguh-sungguh...

Hmm...
rasa itu, bagaimana aku mendeskripsikannya ???
yang aku tahu itu begitu indah...
begitu tentram...

Jatuh cinta...
yah, seperti itu rasanya...
bahagia setiap harinya...
namun sedih disaat yang bersamaan...

Gundah? 

Tidak!!! 

Sedih itu tak membawa kegundahan.... 
Ah, bagaimana aku mendeskripsikannya??

Nikmat.
kesedihan itu justru membawa nikmat dan 
ketenangan disaat yang bersamaan...

Aku hanya memiliki satu permintaan saat ini..

Rasa itu,
Bolekah aku merasakannya kembali???

Sekali ini saja....

Sungguh, aku benar benar merindukannya...
Read More..

Sabtu, 06 Agustus 2011

Jalan Panjangku Meniti JalanMu Part 2

Tentulah semua yang kuraih karena Alloh Subhanahu Wa Ta'ala. Begitu singkat rasanya namun sangat memberikanku pelajaran. Tak ada rasa cukup bagiku, karena masih sangat banyak ilmu yang harus ku timbah. Mulailah kubaca buku-buku bermanhaj salaf, serta mengikuti majelis-majelis ilmu yang ada di kotaku. Begitu tentram rasanya, jiwapun terasa sejuk. ” Inikah yang dinamakan dengan ke khusukhan?? ” Pikirku dikala itu. Akhirnya aku merasakan juga kebahagiaan yang selama ini kucari, perasaan nyaman, tentram dan tentunya rasa bahagia. Ku tau, tak akan banyak orang yang dapat merasakannya.

Sesekali aku merasa ibah pada sahabat-sahabatku dulu. Mengatakan bahwa mereka telah bahagia, padahal pada hakikattnya belumlah mereka mengenal hakikat kebahagaan yang sesungguhnya. Bahagia dan senang memiliki maknah yang jauh berbeda. Orang yang merasa senang, belum tentu ia bahagia, namun orang yang bahagia pastilah ia akan merasa senang dengan kebahagiaannya tersebut. Sedangkan kebahagiaan tidaklah diperoleh bagi pelaku-pelaku maksiat yang jauh dari Robbnya, sebab kebahagiaan itu sangatlah erat hubungannya dengan spritual seseorang. Hubungan antara seorang hamba dengan Tuhannya. Wallahu Ta’ala A’lam Bish Showab.

Memang benar, ” Tidaklah ada hidup ini kecuali disertai cobaan ”. Begitu merasa mencintai oran-orang di kajianku, menyayangi mereka karena Alloh, tak ingin rasanya diri ini berpisah dari mereka yang banyak membangkitkat semangatku dalam tholabul ’ilmi. Ku yakini saat itu, bahwa merekalah pejuang-pejuang Alloh yang akan membantuku. Namun, beberapa bulan lamanya mengikuti kajian itu, ada banyak hal yang menggangu pikiranku. Entahlah.. tapi aku tak memperdulikannya. Selain mengikuti kajian mereka, aku juga aktif mengikuti kajian-kajian di internet. 

Alhamdulillah lagi-lagi Alloh yang Maha Baik memberiku kemudahan dengan melengkapi hidupku dengan banyak fasilitas dalam menuntut ilmu. Sehingga, di rumah aku dapat mengakses dan mendownload kajan-kajian ahlus sunnah wal jama’ah. Hingga suatu saat, ku dengarkan kajian mengenai Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dan Kemurnian Dakwah As-Salafush Sholih. Sangat jauh beda dengan kajian yang aku ikuti di kotaku. Bingung, pusing, rasanya campur aduk. Tapi aku coba untuk tidak memperdulikannya, bagiku yang terpenting adalah ilmunya. Lembaran-lembaran waktu tak terasa berganti begitu cepat. Pukul 04.00 sudah, waktunya aku ke tempat kajianku untuk menuntut ilmu. Hari itu memang ada pertemuan, sehingga kajiannya waktu itu dipindahkan ke tempat serketariat. Seperti biasa, ku minta bantuan kakakku untuk mengantarkanku. Sungguh berat rasanya mengajaknya, begitu banyak alasan tak masuk akal dilontarkannya, mulai dari pusinglah, sakit kepalalah, hingga mencari-cari kesalahanku. Sungguh hal ini sangat kontraks dengan sikap sebelumnya padaku. Mulailah lagi aku dibuat bingung olehnya. Namun melihat adiknya yang mulai meneteskan air mata, mulailah ia mengiakan walaupun dengan raut wajah yang masam, tak bergairah. Aku memang mengeluarkan air mata saat itu, sebab ilmu bagiku adalah harta terbesar, akan sangat menyesal rasanya ketika aku ketinggalan dalam meperolehnya. Sunggug tak ada lagi hasrat keduniaan yang ingin kucapai, terkecuali ridho Alloh untukku.
Oleh sebab itu pula aku merupakan salah satu kader yang paling dicintai oleh murobbiku waktu itu. Berkali-kali mereka memujiku di depan para kader yang lain dikarenakan hasratku yang begitu kuat dalam menuntut ilmu di usiaku yang masih sangat muda. Apalagi keputusanku dalam menggunakan jilbab yang syr’i walaupun ditentang oleh banyak orang. Mereka menyayangkan tubuhku tak kan terlihat sedikitpun dan tertutup oleh kain panjang terhampar. Namun itulah keputusan yang telah bulat ku ambil. Benar-benar tak ingin menyia-nyiakan kembali hidup yang tersisa, hidayah yang selama ini ku lalui begitu saja padahal ia telah ada di depanku. Tak ingin terjatuh kembali. Semoga saja.......

Begitu aktif dalam organisasi keagamaanku, membuat kakakku semakin khawatir, mulailah ia mengajakku berbicara saat itu. Tak mengingat pasti text kalimatnya, namun pada intinya ia melarangku untuk mengikuti kajian yang aku ikuti. Tentu aku bingung, ada apa?? Tidakkah kakakku berbahagia dengan keseriusannku dalam mentuntut ilmu agama yang dulunya aku abaikan??? Tidakkah seharusnya ia turut merasakan kebahagiaan yang ku alami ?????
Semuanya bagaikan dilema, tiba-tiba mendapat tentangan dari kakak sendiri. Awalnya ia tidaklah memberikan alasan apapun sehingga membuatku begitu sangat risau. Tak ku perdulikan awalnya ku anggap itu sebagai cobaanku dalam menuntut ilmu. Secara diam-diam, ku hadiri majelis yang biasa ku ikuti tanpa diantar oleh kakak. Kurenungi di pojok aula, sambil menunggu murobi kami, mengapa kakakku melarangku mengikutinya? Mereka baik, bermanhaj salaf, sebahagian dari buku-bukunya pada saat itu juga karangan-karangan ulama as-salaf ( Syaik Muhammad Nashirudin Al- Albani, Muhammad bin Abdul Wahhab ). Ketika majelis mulai di buka, kusimak kata per kata yang dilontarkan oleh sang murobi, mulailah aku merenungi apa yang salah dengannya? Wallah a’lam. Pikiranku ngawur namun kucoba untuk menepisnya sebisa mungkin. Saat itu aku pulang kerumah dalam keadaan benar-benar bingung, tak ada lain do’a yang kupanjatkan saat sholat-sholatku selain agar Alloh meluruskan jalanku dan menunjukkanku agamanya yang haq. Hingga suatu saat aku berbagi pegalamanku ini dengan seorang teman yang ku kenal dari sebuah jejaring sosial. Ternyata ia sama dengan kakakku, menasehatiku untuk berlepas diri dari organisasi islam yang menaungiku. Tak banyak hal yang dipaparkannya, namun ia hanya memberiku sebuah situs salafy untuk menjawab kegalauanku, serta keragu-raguanku belakangan itu. Lalu berkata : ” Cobalah anti baca dulu, fahami baik-baik semoga Alloh memperlihatkan dengan seterang-terangnya mana yang haq dan yang bathil ”. Demikianlah ia berkata padaku. Lalu menjelaskan sedikit demi sedikit apa yang diketahuinya lalu berkata lagi ” Jika ragu, tanyakanlah kepada ustadz, semoga Alloh merahmatimu”. Jawaban yang tentunya tidaklah menjawab tuntas pertanyaaku namun agak sedikit melegakkan. 

Malam itu, selepas sholat isya’ dan bedo’a dengan penuh harapan mulailah ku buka alamat web yang dimaksudkannya (http//:almakassari.com) Tepat, pas dihalaman awal, terpampang judul besar yang menyangkut kajian yang ku ikuti selama ini. Mulailah ku simak kata per kata, lembar-per lembar. Sontak rasa kaget dari dalam diriku. Jujur, saat itu aku memang masih sangatlah awam, belum mengetahui kemurnian dakwah as-salafus sholeh serta aqidah ahlus sunnah wal jama’ah yang haq. Tak puas membaca di web, langsung ku prin saja tulisan-tulisan itu. Hmmm bagaimana tidak, halamannya cukup banyak juga jadi ku putuskan untuk mengopynya lalu ku prin. Di dalam kamarku yang tak begitu luas, mulailah ku pahami tiap makna yang terkandung. Banyak hal yang saat itu mengejutkanku. Sulit untuk ku percaya, tapi itulah yang terjadi. Tak hanya itu pula, alhamdulillah Alloh Sbhanahu Wa Ta'ala memberiku penerangan lain. Keesokan harinya aku bertemu dengan seorang musafir yang kebetulan merupakan kerabat dekat keluargaku. Lama berbicara, akhirnya ku tanyakan kepadanya mengenai apakah itu hizbiyyun?? Dan apakah selama ini aku telah terpelosok masuk kedalam lingkaran itu???? Lalu mulailah ia menjawabnya dengan sangat terperinci dengan sedetail mungkin. ”
Haa ????,,, benarkah orang ini?? Benarkah apa yang dikatakannya?Apa yang ia katakan sama dengan apa yang selama ini ustadz-ustadz salafy katakan dan menasehatiku. Jadi, apakah selama ini aku termaksud di dalamnya? Memisahkan diri bersama organisasi/ yayasan yang kunaungi? Apa maksud dari semua ini? ” Tak banyak kata yang terucap dari lisan yang sedari tadi terasa kaku. Hanya bisa membengong sambil menyimak pemaparannya. Lalu berkatalah ia lagi setelah menjelaskan pula asal penamaan ahlus sunnah wal jama’ah ” ahlus sunnah wal jama’ah mengambil pemahaman dari generasinya yang pertama. Bukanlah dari kelompok-kelompok bid’ah. Ahlus sunnah, tidaklah menisabkan diri pada organisasi-organisasi apapun, tidak pula pada yayasan dan kelompok apapun serta tidak pula berdakwah dengan membawa nama organisasi atau kelompoknya kecuali mereka semata-mata menisabkan diri hanya pada as-salafush sholih.” Wallahu a’lam Masih terdiam dalam keterkejutanku, namun cukup melegakkan hati. Banyak pemaparan darinya yang boleh dikatakan menjawab tuntas keragu-raguanku selama ini – Semoga Alloh merahmati beliau – 

Setelah pulang ke rumah, sambil menunggu waktu sholat tak henti-hentinya ku berdo’a kepada Alloh untuk menunjukkan kepadaku manakah jalan yang haq yang harus ku lalui. Berharap akan ada penerangan lain setelah itu. Tak ada lain, namun sebisa mungkin kulakukan untuk hanya berpegang pada Al-Qur’an dan Assunnah. Tak ikut dalam suatu golongan, tak terikat sebagai seorang kader apapun dalam dakwah islam apapun. Namun mencoba untuk berdiri dan hanya berpegang pada Al-Qur’an dan Sunnah dengan pemahaman as-salafush sholeh serta menjahui pendapat baru yang mengikuti logika dan perasaan.
Hingga saat ini masih sangat banyak yang bertanya, mengapa aku keluar dari tarbiyah mereka,, menanyakan apa pendapatku mengenai lembaga mereka,kajian dan organisasinya. Saat itu aku hanya bisa terdiam begitu pula saat ini. Ku yakin mereka memiliki jawabannya sendiri dan tak ada gunanya apa yang akan ku katakan karena ku tau, mereka begitu cinta dan terikat dengan kegiatan tarbiyah itu, begitu pula aku dulunya. Merasakan menemukan teman sejalan dan itulah teman yang sesungguhnya. Yaitu orang-orang yang deberikan Alloh Subhanahu Wa Ta'ala kearah kebaikan dalam tholabul ilmi. Akan tetapi wahai saudaraku,,, sebelum mempelajari apakah yang kita ikuti itu adalah suatu kebenaran, maka kenalilah dulu apakah itu kebenaran yang hakiki, apakah itu dan bagaimanakah kemurnian dakwah as-salafush sholeh. Sesungguhnya jalan termulus bagi para pejuang Alloh yaitu jalan yang sukar lagi penuh bebatuan,,
Wallahu Ta'ala A’lam Bish Showab....
” Yaa Robbi, apabila aku berada di jalan yang benar ( jalannya as-salaf ) maka ku mohon dengan penuh kerendahanku, berilah aku keistiqomahan agar tetap tegar di jalanku ini. Aku akan siap melewatinya walaupun itu begitu sukar untuk ku lalui. Namun apabila jalanku ini adalah sesat, maka ku mohon yaa Robb dengan segala kebodohanku,,, tuntunlah aku dengan segalah kebaikan dan kelemah-lembutanMu ke jalan yang haq, jalannya As-salaf, sebelum Engkau menghentikan nafasku di dunia ini” Semoga Alloh Subhanahu Wa Ta'ala memberikan petunjuk bagi hamba-hambanya yang beriman dan bertaqwa

Read More..

About Me

Foto Saya
Akhwat's Note
Just an ordinary girl...
Lihat profil lengkapku