topbella
Tampilkan postingan dengan label Motivasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Motivasi. Tampilkan semua postingan

Minggu, 09 Juli 2023

Teruslah Melangkah


Hai! Kamu... 

Sesukar apapun saat ini rasanya

Sepahit apapun kenyataannya

Jangan kalah ya...

Tetaplah berdiri

Teruslah melangkah

Karena, kebahagiaan itu tak selamanya mudah

Terkadang, ia memang dibalut dengan kepahitan
Read More..

Minggu, 02 Juli 2023

Agar Tak Mudah Jatuh Cinta


Tetaplah bersabar 
hingga pelangimu datang 


Jatuh cinta itu wajar. Namun, seberapa kadarnya, bagaimana respon kita terhadap perasaan tersebut dan apakah perasaan tersebut ingin dibiarkan tumbuh dan berlanjut, semua sebenarnya dapat kita kendalikan. 

Logika yang Allah karuniakan merupakan salah satu yang dapat mengontrol perasaan bergejolak yang menghampiri hamba-Nya. Maka, sudah semestinya mengajak logika tatkala berhadapan dengan lawan jenis. Jangan sekedar mengandalkan hati. 

Jadilah seseorang yang sengaja menjauh dan pandai menjaga batasan dengan lawan jenisnya. Bukan karena tak tertarik, namun demi menjaga hati dan pikiran agar tidak terkontaminasi dengan hal-hal yang belum saatnya dan tidak seharusnya.

Saudariku… 
Sayangilah dirimu. Jangan berlebihan terhadap lelaki. Tatkala seorang pria mendekatimu, bersikaplah biasa saja. Menjauh jika memang harus. 

Jaga dirimu baik-baik. Engkau yang terjaga, insyaAllah akan dipertemukan dengan dia yang pandai menjaga. Jangan rela menjadi tempat persinggahan. Biarkan hatimu hanya dapat dibuka oleh seseorang yang memang Allah takdirkan untuk bersama. 

“Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula)”. 
(QS. An-Nur: 26) 


Takutlah dengan setiap perkenalan 
Takut terlalu dekat, terlalu erat, hingga akhirnya dikecewakan 
Itu sebabnya lebih baik membuat benteng pembatas 
Bukan karena sombong, namun untuk menjaga hati 
Read More..

Rabu, 21 Juni 2023

Motivasi Hidup



Jika saat ini semua terasa begitu sukar dan gelap... 

Yakinlah, akan ada hari di mana cahaya itu akan datang menyinari 

beserta pemandangan indahnya 

Tetaplah berjalan dan jangan berhenti

Setiap orang yang berjalan pasti akan sampai 

Tak peduli berapa lama dan kapan waktunya, 

tanpa terasa langkahmu akan berhenti pada satu titik yang dituju




Read More..

Minggu, 23 April 2023

Jangan Tukar Emasmu dengan Perak


Sering mendengar motivasi seperti ini… 
“Tingkatkan kapasitas dirimu. Jadilah sholeh/sholehah agar mendapatkan pasangan yang serupa. Pantaskan dirimu agar mendapatkan jodoh yang baik sebagaimana yang engkau harapkan, karena sejatinya pasangan kita adalah cerminan diri”. 

Dulu pernah termotivasi dengan perkataan seperti itu. Bahkan pernah memotivasi diri sendiri maupaun orang lain dengan perkataan serupa. 

Tak jarang banyak para single yang terjebak dalam niat yang salah. Berubah karena manusia, bukan karena Allah. Mendekat kepada-Nya karena sekedar ingin diberi apa yang diinginkan, bukan karena cinta dan rasa takut. Menshalihkan diri semata karena ingin mendapat jodoh yang shalihah dan semisalnya. 

Memang benar pasangan adalah cerminan diri. Yang baik insyaAllah dipertemukan dengan yang baik. Yang shaleh insyaAllah dipertemukan dengan yang shalehah. Pun sebaliknya. Namun, ada hal dan harta karun yang lebih besar dari itu. Yakni, niat yang jujur dan ikhlas karena-Nya. Bukan sekedar untuk mendapatkan hamba-Nya. 

Jangan menukar emas dengan perak. Pahala yang bisa bernilai besar dan menjadi pemberat timbanganmu, jangan ditukar dengan secuil dunia. 

Jadilah taat untuk-Nya semata, bukan sekedar untuk mendapatkan jodoh yang juga taat. 

Tingkatkan kualitas dirimu demi dirimu sendiri, bukan untuk orang lain yang belum jelas dimana keberadaannya. 

Tingkatkan keimanan, karir, karakter, skill dan hal-hal baik lainnya untuk dirimu sendiri. 

Bersinarlah untuk dirimu sendiri, bukan sekedar agar orang lain datang kepada cahayamu. 

Betapa sebenarnya banyak hal-hal baik yang bisa menjadi besar dan bernilai tinggi di sisi-Nya jika itu diniatkan karena Allah. Agar Dia ridho dan cinta. 

Sangat rendah jika tujuan utamanya ialah agar mendapatkan pasangan idaman. 


Untukmu saudariku yang dalam masa penantian… 

Jadilah baik dan taat semata-mata karena Allah dan untuk dirimu sendiri. Meroketlah untuk dirimu sendiri. Adapun hal-hal baik yang datang sesudahnya adalah bonus dan balasan dari-Nya. Allah tak akan dzolim terhadap hamba-Nya. Maka benarkan niatmu. Jangan tukar emasmu dengan perak. Dekati Allah. Semua semata-mata untuk-Nya dan untuk keselamatan akhiratmu. 




Read More..

Selasa, 21 Juni 2022

Tak Ada Kata Terlambat Untuk Kembali


Banyak hal yang sering terluput. Begitupun akhirat. Sering lupa, bahwa ternyata kita hanya singgah. Bukan Menetap. 

Tujuan yang benar bukanlah untuk menikmati manisnya dunia, tetapi mukim dan menikmati indahnya surga. 

Hanya sekedar menggunakan kacamata pribadi dalam memandang hidup bukanlah hal yang baik. Diri yang selalu sok tahu ternyata lupa, bahwa ada firman-Nya yang harusnya dijadikan pedoman. Bukan sebaliknya, tunduk pada hawa nafsu dan ilmu yang belum ada apa-apanya.

Pernah berada pada versi dimana hati selalu merasa rindu dan terpaut dengan-Nya membuat diri ingin merasakannya lagi... Dan lagi. 

Nyatanya sulit, ternyata butuh pegangan. Butuh sosok yang dapat terus mengingatkan. Walau dari kejahuan. 

Di titik ini semakin tersadar... 

Allah -yang Maha Agung- menghadirkan kita seorang diri, di dunia pun harus bisa berjalan sendiri, hingga saatnya tiba, kita akan kembali seorang diri. 


"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” 
(QS. Al Ankabut : 69)


Hai diri yang sering lalai... 

Teruslah berjalan.

Tidak pernah ada kata terlambat untuk memperbaiki, sekalipun rasanya sudah tersesat jauh. 

Asal ingin kembali, pasti Allah memberi jalan. Itu janji Allah. 

Silahkan, nyalakan pelitamu sendiri... 

Sebaik-baik peneman adalah Allah. Dan sebaik-baik pemberi cahaya jalan ialah Dia. 

Semoga Allah Ta'ala ridha untuk membimbing diri yang hina untuk mencapai surga-Nya. 

“Allah tidak pernah mengingkari janji-Nya, tetapi kebanyakan manusia mereka tidak mengetahuinya.”⁣



Raha, 
Selepas tahfidz


Read More..

Kamis, 29 Juli 2021

Hai Diri... Terima Kasih Telah Bertahan Sejauh Ini


Terkadang kita perlu sesekali membuka lembar nostalgia untuk sekedar menghibur hati yang sedang lelah... 

Sekedar meningkatkan rasa syukur, bahwa ternyata banyak kisah manis, indah, dan berharga yang pernah dilalui di masa silam...

Sesekali, katakanlah pada diri... 

"Tak masalah untuk beristirahat dan berhenti sejenak saat ini. Mungkin engkau lelah. Terima kasih telah berjuang dan bertahan sejauh ini".
Read More..

Kamis, 15 Juli 2021

Skenario Tuhan dalam Perjalananku Menemukan Jodoh

"Tidak. Aku tak bisa menerimanya. Ia mengagumkan secara keilmuan, namun sangat jauh dari tipeku secara fisik". 

Entah berapa kali kalimat itu berputar bagai kaset rusak dalam benak Zahra. Wanita asal Ibu kota yang berstatus mahasiswi tingkat akhir di sebuah Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan di kota pelajar. Meyakinkan diri, bahwa proses ta'aruf dan nadzor yang saat ini sedang ia jalani tak bisa dilanjutkan. Gadis itu benar-benar tak serius dalam proses perjodohan ini. Ia memang ingin menikah, tapi bukan dengan pria yang saat ini sedang membasuh dirinya dengan air wudhu di pojok ruang mushola.

Sosok pria itu berdiri bersama bang Ahmad, tak jauh dari tempat Zahra duduk. Bang Ahmad satu-satunya saudara Zahra yang beberapa tahun silam memutuskan untuk mulai berhijrah, mencoba mempelajari dan menjalankan sunnah Rasul-Nya yang sebelumnya sering terabaikan. 

Keduanya asik berbincang, mengabaikan gadis berkerudung hitam yang justru sedang tenggelam dalam lamunan bersama pria lain yang berhasil menawan hatinya setahun belakangan. Ya, gadis itu sedang jatuh cinta. Hatinya tertawan pada satu nama yang dua semester lebih membelenggunya dengan pesona dan kharisma yang dimiliki. 

Namanya Andra, pria satu prodi yang berhasil ia dekati saat kata hijrah masih jauh dalam benaknya. Anggap saja ia jahat karena telah berani menggoda pria alim di kelasnya, tapi apa yang bisa ia lakukan? Gejolak cinta anak kuliahan yang masih jauh dari kata hijrah tak bisa ia bendung. Melalui teman sekelasnya itulah, Allah menuntunnya untuk berbenah dan menemukan jalan hijrah yang saat ini ia tapaki. Mengingat namanya saja hatinya terasa bergetar, ingin rasa membongkar kotak rindu. Diam-diam ia membisikkan nama yang berhasil menawan hatinya disela-sela lamunan. Lirih, hanya angin yang mampu mendengarnya. 

"Allahu akbar. Allahu akbar...." 

Lamunannya terhenti saat terdengar suara iqamah shalat maghrib. Menginterupsi secuil rindu yang tak kunjung hilang bersama senja. 

"Silahkan jadi imam". Bang Ahmad mempersilahkan pria di sampingnya. Pria yang beberapa minggu lalu bertukar CV dengan adik bungsunya. Tak diragukan lagi, dari segi hafalan Al Qur'an dan bacaan, pria itu jauh lebih baik dari sang abang. 

Tanpa komando, Zahra memposisikan diri di shaf wanita. Bersiap untuk ikut shalat berjamaah bersama abang dan pria yang ingin meminangnya. Gadis itu melirik dari balik hijab. Mencoba menyelami lebih jauh objek pandangannya, namun hatinya tak bisa berbohong. 

Sebesar apapun usahanya untuk menerima pria itu, sebesar itu juga akalnya menolak. Belum ia temukan sesuatu yang membuatnya yakin untuk menjadikan pria tersebut sosok imam di masa depan, menjadi nakhoda dalam mahligai rumah tangga yang sangat ingin ia segerakan. 

Sesaat hening. Tak lama kemudian terdengar lantunan ayat Al Qur'an yang begitu indah. Suara dan ritme bacaan sang imam memanjakan telinga gadis itu. Tak menunggu waktu lama hingga getaran itu muncul tanpa malu-malu. Hanya sesaat, kemudian berganti dengan ketenangan yang menyeruak masuk tanpa permisi. Menyejukkan hati yang selama ini dirundung galau dan sepi. 

Semakin lama, Zahra semakin terhanyut dalam bacaannya. Semakin panjang ayat yang pria itu baca, semakin besar damai menyelimuti gadis yang hendak dipinangnya. Terasa ada bagian kosong dalam diri gadis itu yang saat ini sedang terisi. Tanpa kompromi hatinya berbisik, "Aku menerimanya". Ia terbius dan entah keyakinan itu dari mana datangnya, namun ia sangat yakin bahwa apa yang terjadi saat ini tak lepas dari campur tangan Allah. Apa yang sulit bagi Allah?. Hingga rakaat terakhir hatinya masih sama. Bismillah, ia akan menerimanya. 

Ajaib? Zahra pun merasakannya. Baru beberapa menit yang lalu, pikiran rasionalnya menolak. Kini, entah kenapa ia begitu yakin bahwa pria di depannyalah sosok yang ia butuhkan. Sosok yang dalam sekejap mengingatkannya akan Sang Pencipta dan mampu mengisi rasa kosong yang selama ini selalu ia nafikan. 

Mungkin pria itu bukan sosok yang ia inginkan, tapi ia yakin bahwa pria itulah sosok yang ia butuhkan. Sosok yang bisa membantunya menjadi pribadi lebih baik dan istiqomah dalam hijrah. Dimana rasa cinta dan kasmaran kepada Andra, pria satu prodinya yang beberapa menit lalu menggerogoti hati? Sekejap melebur entah kemana. 

Ah, entahlah. Terlalu banyak rasa yang tak mampu ia kemas dalam kata. 

Hari ini ia belajar, pada akhirnya Allah yang menggenggam hati hamba-Nya. Perkara hati seringkali diluar kuasa kita sebagai manusia. 

Kita boleh mengatakan, "dia bukan tipeku", namun jika Allah menakdirkannya menjadi jodohmu, maka akan ada saja cara Allah untuk melembutkan hatimu dan menerimanya. Sebaliknya, secinta dan sekuat apapun usahamu untuk bersama orang yang dicintai, jika bukan jodoh, akan ada saja cara Allah untuk memisahkan dua hati yang sedang dilanda asmara. Semudah dan sesingkat pertemuannya bersama pria yang saat ini sedang duduk berdzikir di hadapannya, di atas sajadah musholah.


'Aisyah Yusriani Al Haddad



(Diambil dari buku Live the Life with Love) 



NB : Kisah di atas terjadi sekitar 5 tahun silam, dan sekarang keduanya telah menikah serta dikaruniai satu orang anak ^^




Read More..

Selasa, 13 Juli 2021

Cuplikan Cerita di Waktu Dhuha


"Kring..." 

Bel waktu istirahat berbunyi. Sekarang pukul 09.30 WIB, itu berarti aku memiliki 30 menit dari sekarang yang harus aku gunakan seefisien mungkin. Dengan segera aku bergegas menuju kamar mandi. Tempat pertama yang akan aku tuju saat waktu istirahat tiba. 

"Assalamu'alaikum mbak". Sapa Qonita, teman sekelasku. Ucapan salam saat bertemu merupakan sunnah yang telah menjadi tradisi di pondok pesantren yang belum genap setahun aku berada di dalamnya. 

"Wa'alaikumussalam warahmatullah". Jawabku lembut tanpa mengurangi tempo langkahku yang memburu. 

Tak sabar, aku ingin segera sampai ke kamar mandi. Dan akhirnya, kutemukan mereka. Dua ember berisi cucian yang telah aku cuci sebelum berangkat ke sekolah pagi ini. Tidak. Ini semua bukan pakaianku, melainkan pakaian teman-teman angkatan yang diberikan kepadaku untuk dicuci.

Sosoknya berdiri di sana dengan pandangan yang berkaca-kaca disertai senyum yang dipaksakan. 

"Mau aku bantu nggak?" Tanyanya dari luar kamar mandi. 

"Tidak. Ini sudah selesai. Tinggal dijemur ke lantai tiga". Jawabku halus mencoba memahami perasaannya. 

"Kamu udah bilang mamah?". Untuk kesekian kalinya ia bertanya pertanyaan yang sama. 

"Tidak. Cukup kamu saja yang tau". Jawabku sembari sedikit tersenyum padanya. Sudah bisa kubayangkan bagaimana ekspresi penolakan mamah saat tahu anaknya menjadi tukang laundry di asrama. Bukan sekedar fokus belajar dan menghafal Al Qur'an, tapi malah mencuci pakaian kotor orang lain disaat uang saku tak pernah kurang dan selalu diberikan bahkan sebelum aku meminta. 

Tanpa kata, sosoknya menghilang dari luar pintu kamar mandi. Meninggalkan perasaan bersalah dalam diriku. Dialah orang pertama yang marah saat tahu aku menawarkan jasa laundry kepada teman-temanku. Dia saudari sepupu yang tahu betul bahwa aku anak manja yang belum pernah merasakan susah dan selalu dilayani oleh banyak orang sejak kecil. Kemarahan dan sedihnya kutahu merupakan wujud dari kepeduliannya kepadaku. 

Belum genap satu menit, tiba-tiba... 

"Eh, ngapain?" Tanyaku kaget. Tanpa permisi ia mengangkat satu ember cucian yang telah aku beri pewangi. 

Dengan enggan ia berujar, "Aku bantu aja, nanti lama". Suatu perkataan yang lebih terdengar seperti perintah ditelingaku. 

"Baiklah." Jawabku mengiyakan tanpa sedikitpun terbesit untuk menolak. 

"Kamu janji ya, secepatnya berhenti nyuci baju orang. Kalau mamah kamu tau pasti marah". 

"Insya Allah." Jawabku ragu. Ragu, karena aku sendiri tak tahu kapan akan berhenti. Terlalu indah rasanya saat bisa membeli apa yang kita inginkan dengan uang sendiri tanpa harus meminta kepada orang tua, apalagi diusia remaja. 

Sembari membaca ayat Al Qur'an yang hendak aku setorkan sore nanti, ku ikuti langkahnya menaiki setiap anak tangga menuju lantai tiga. Aku tersenyum. Indah rasanya. Kelak, saat-saat seperti ini akan aku rindukan. Saat-saat dimana aku memilih untuk berjuang dan mengisi lembar kehidupanku dengan hal-hal yang bermanfaat dan pengalaman baru. Kisah yang akan aku bagikan kepada anak cucuku nanti, bahwa pernah merasakan hidup dengan perjuangan itu indah dan akan berbeda jika enggan keluar dari zona nyaman. 

Dan yang terpenting, jika kelak Tuhan Semesta Alam bertanya, "Dengan apa engkau gunakan masa mudamu?", maka aku akan menjawab sembari tersenyum, "Dengan menyibukkan diri dengan hal yang bermanfaat dan beribadah kepadaMu ya Rabb".


'Aisyah Yusriani Al Haddad 


(Ditulis kembali dari buku Live the Life with Love)



Read More..

Sabtu, 10 Juli 2021

Jika Engkau Mampu Mengukir Kisah Hidupmu dengan Tinta Emas, Maka Lakukanlah!


August, 2020


Tak terasa sudah sepertiga malam, dan aku masih berkutat di depan laptop menyelesaikan tugas perkuliahan sembari jaga malam. 

Malam ini kebetulan ada pasien inpartu yang mengharuskan untuk tetap terjaga. Dan seperti biasa, pagi harus tetap masuk kuliah. Semenjak melanjutkan studi lagi, sudah sangat jarang punya waktu untuk main. Tidak seperti kuliah yang pertama kali, sesibuk-sibuknya masih punya waktu untuk main. 
 
Kini rutinitas setiap hari, pagi sampai sore full kuliah, sore langsung kerja sampai malam pukul 22.00 WIB, lepas jaga langsung maratonan sama deadline tugas yang setiap hari harus dikumpulkan maksimal pukul 00.00 WIB. Setelah itu langsung beberes, nyuci, mandi, sholat, ngaji yang seringnya semua selesai sampai jam 02.30 WIB. Jam empat subuh sudah harus bangun lagi dan berativitas seperti sebelumnya. 



 
Capek?

Tentu.

Dulu sejak zaman putih abu-abu sudah pernah merasakan sekolah sembari bekerja mencari penghasilan sendiri. Pengahasilan tidak seberapa memang, ditambah kegiatan ponpes yang super padat, hingga hampir tak ada waktu untuk istirahat. Tapi ada kepuasan tersendiri di kala itu. Saat itu bukan karena kekurangan uang, tapi pilihan. Memilih untuk mengukir kisah hidup yang lebih bermakna, agar indah untuk dikenang suatu saat nanti. Memilih untuk berjuang di saat yang lain sibuk bersenang-senang. Dan sekarang aku merasakannya lagi. Beberapa hari lalu kakak bertanya, "Kamu tidak kekurangan uang kan hingga akhirnya kerja dan bukannya fokus kuliah?".


Tentu TIDAK. Alhamdulillah...


Tapi ini bukan sekedar perkara uang. Tapi sejarah. Tentang kisah hidup. Tentang pengalaman dan skenario hidup yang sedang dirangkai agar indah untuk dikenang suatu hari nanti. Sehingga kelak dapat aku ceritakan kepada anak cucu sebagai pelajaran dan motivasi hidup, bukan hanya sekedar membagikan teori yang belum pernah diimplementasikan. 



Jika engkau mampu mengukir kisah hidupmu dengan tinta emas, maka lakukanlah... 

Apapun yang kita lakukan saat ini pada akhirnya akan menjadi kenangan... 

Kenangan yang bisa kita kenang suatu saat nanti, bahkan bisa kita ceritakan kepada orang-orang bahwa dahulu aku pernah melakukan hal ini dan itu, pernah mendapatkan ini dan itu. 

Sebuah kisah klasik yang dapat memberi kepuasan tersendiri saat kita mengenangnya suatu saat nanti





Read More..

Rabu, 07 Juli 2021

Sesayang dan Secinta Apapun Seseorang Kepadamu, Dia Juga Punya Hati yang Harus Dijaga

Dulu selalu menuntut agar orang terdekat menerima segala burukku. Sempat berpikir, jika bukan kepada mereka aku bisa mengeluh, marah, menangis, sedih dan menunjukan "inilah aku" tanpa ada rasa tidak enakan, maka kepada siapa lagi??? 

Tapi pada akhirnya aku tersadar, "Mereka juga manusia yang punya hati dan batas kesabaran. Jika mereka yang harus selalu mengikuti keinginanmu, maka bagaimana dengan diri mereka sendiri?" 

Dulu, karena adik super dewasa dan bijak, jadi suka manja sama adik sendiri. Sungguh berbanding terbalik dari peran seorang kakak yang seharusnya >_<. 

Sampai pada satu kejadian Allah menyadarkanku... 
Sedewasa apapun dia, dia juga butuh sosok yang bisa dijadikan tempat bersandar, tempat berbagi rasa dan keluh kesah. Jika bukan kepada kakak kandungnya sendiri, maka pada siapa lagi? Jangan sampai dia mencari figur yang hilang kepada orang lain.


Pada akhirnya kita harus sadar, bahwa hidup juga tentang bagaimana saling memahami. Jika orang lain mampu kita berikan layanan dan perlakuan yang baik sepanjang waktu, maka kenapa tidak untuk orang terdekat yang kita sayang? 

Hidup juga tentang pengorbanan. 

Lelah? 

Capek sabar mulu? 

Baik mulu? 

Memang. Karena hidup memang untuk berjuang, berkorban, dan melakukan hal-hal terbaik yang kita bisa. Jika ingin senang-senang, tunggu nanti. Di akhirat. Semua pengorbanan, kesabaran, dan rindumu akan sesuatu yang tertahan akan terbalas kok. Tidak sekarang, tapi nanti. Tidak ada satupun yang akan Allah sia-siakan atas apa yang telah dilakukan. Intinya, jangan perlakukan orang sesuka hati. Jangan egois. Sesayang dan secinta apapun seseorang kepadamu, dia juga punya hati yang harus dijaga dan dihargai.
Read More..

Hidayah Bukan Milikmu

Dengan langkah memburu aku menemuinya 

"Kamu merokok?". 

Wajahnya berpaling, memperlihatkan dengan jelas keengganannya menjawab pertanyaanku. Kulihat abu rokok berserakan di sudut ruangan.  Seketika sesak mendera.

Dalam benak terus terpikir untuk segera pergi dan tak terhanyut dengan masalah yang dibuat. Tersadar telah kutinggalkan banyak orang demi dia. Kilasan memori dua bulan lalu berputar layaknya sebuah cuplikan film. 

Teringat asalan dekat dengannya tak lain untuk murubahnya agar kembali ke jalan yang benar, hidup dengan lebih baik dan terarah. Betapa investasi akhirat yang menggiurkan bukan? 

Sosok yang kulihat kehilangan pegangan dan aku berharap semua yang aku lakukan dapat menjadi investasi akhirat saat jasad telah melebur bersama tanah. 

"Ka, jangan pergi. Kalau kakak juga pergi, lalu siapa lagi yang sayang sama aku?" 

"Lihatlah, banyak orang yang sangat peduli sama kakak. Sedangkan aku?"  Ucapannya terhenti, menoleh ke atas dan menarik oksigen dalam-dalam 

"Tetaplah tinggal". 

***

Pada akhirnya aku semakin tersadar, bahwa sekeras apapun usaha kita merubah seseorang, pada akhirnya hidayah tetaplah milik-Nya dan Dialah yang menentukan kepada siapa hidayah itu hendak Ia beri. Sungguh, hidayah itu bukan milikmu yang bebas engkau berikan kepada siapa saja yang engkau kehendaki.

“Sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak akan dapat memberi hidayah (petunjuk) kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi hidayah kepada orang yang Dia kehendaki, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk”. (Al Qashash: 56)
Read More..

Kamis, 29 Agustus 2019

Cinta Membuatku Rela Menjadi Tukang Laundry

Alhamdulillah tak terasa sudah sepuluh tahun dalam hijrah. Flashback sekitar 8 tahun lalu, sempat ada dimasa saat ketertarikan pada buku begitu menggila. Sejak SMA lihat buku seperti ibu-ibu belanja ke mall terus lihat diskonan ^_^. Selalu sayang rasanya kalau sampai tidak terbeli. ^_^ 

Mau beli harganya puluhan, ratusan, bahkan ada yang jutaan. Minta ke ortu rasanya malu padahal masih SMA saat itu. Tapi entah kenapa sejak SMA selalu malu rasanya untuk minta uang apalagi untuk beli ini dan itu diluar kebutuhan. Bukan karena orang tua tidak mampu, tapi karena ingin merasakan bagaimana nikmatnya berjuang dan berusaha tanpa harus selalu minta ke ortu. 

Sampai akhirnya saat masuk pesantren bela-belain tidak jajan saat teman-teman yang lain pada jajan demi buku. Cuman beli coki-coki  gopean terus dibagi tiga buat pengganjal perut. Sengaja digunting jadi tiga bagian biar nanti bisa nyampe 1-2 hari. Saat lapar dimakan sedikit buat pengganjal perut sambil nunggu waktu makan, terus sisanya disimpan lagi buat dimakan pas lapar. Semua itu biar uang jatah jajan bisa ditabung untuk beli buku. ^_^

Sempat jadi tukang laundry juga pas zaman awal-awal mondok di Yogyakarta. Rela cuciin pakaian orang terus dijemur ke lantai tiga demi buku. Secinta itu, dan tidak malu sama sekali. Ingat sekali saat itu laundry sekilo tiga ribu rupiah. Nyucinya pakai tangan pula. He...

Sebelum berangkat ke sekolah baju-baju laundry sengaja direndam dulu. Bel istirahat saat teman-teman yang lain sibuk jajan dan ngobrol, aku buru-buru dengan langkah cepat bahkan terkadang lari kecil menuju KM (kamar mandi) buat ngucak pakaian laundry terus sholat dhuhah sebelum bel masuk berbunyi.
Kemudian saat bel pulang, langsung bergegas pulang duluan buat jemur cucian diember dan dibawa ke lantai tiga. Kebayang gak, angkat dua ember naik tangga ke lantai tiga pegelnya kayak apa disiang bolong? EMEJING...

Sorenya setelah tahfidz barulah jemuran-jemurannya diambil dari lantai tiga dibawah ke kamar buat dilipat dan diantar kepemiliknya masing-masing. Semuanya demi buku...









Tak sampai setahun jadi tukang laundry tanpa sepengetahuan ortu dan betapa lelahnya saat itu. Selalu ngos-ngosan, lupa rasanya tidur siang seperti apa, dan sholat adalah waktu istirahat terbaik, waktu istirahat terindah. Saat aku bisa curhat sepuasnya kepada Rabbku. Menceritakan sepuasnya betapa lelahnya aku saat itu. Betapa terkadang jenuh tapi juga ingin mengisi setiap detik waktuku dengan berjuang dijalan Allah.

Saat itu capek…

Tapi begitu indah…

Saat-saat dimana selama empat tahun aku lupa bagaimana rasanya tidur siang karena mengejar target hafalan qur’an...

Saat-saat dimana aku lupa bagaimana rasanya berleha-leha dan tertawa lepas tanpa beban, tertawa tanpa harus terbayang akan neraka...

Saat anak-anak SMA sebayamu sibuk nongkrong, dan kamu hanya selalu berdua dengan Al Qur’an…

Saat anak-anak SMA sebayamu banyak tertawa dan kamu rasanya selalu ingin menangis karena rindu akhirat…

Saat anak-anak SMA sebayamu menceritakan cita-cita besar mereka mengenai dunia, ingin jadi dokter dan meraih gelar setinggi mungkin dan yang ada dibenakmu hampir setiap saat kala itu hanyalah ingin masuk surga, tak ada lain…

Saat anak-anak SMA sebayamu begitu mudah menghamburkan uang, dan kamu berusaha kerja keras untuk membeli keperluan dan keinginanmu padahal orang tua mampu memberikannya…

Mungkin salah satunya karena dari kecil sudah didoktrin untuk merasakan susah, abi –rahimahullah- selalu bilang, “Hidup itu jangan enak terus. Harus merasakan yang namanya hidup susah, hidup mandiri dan berjuang. Hidup dengan perjuangan itu indah, rasanya akan beda dengan orang yang hidupnya serba enak.”
Dan karena itulah aku bergitu bersemangat untuk hidup dengan penuh perjuangan (walaupun aku tau, perjuanganku sungguh tak seberapa dan tak ada apa-apanya dibanding yang lain. Ya, setidaknya aku sudah sedikit berusaha. Berjuang dengan versiku sendiri)


Saat-saat itu...
Lelah memang, tapi ada kebahagiaan yang tidak akan pernah bisa dideskripsikan. Terimakasih yaa Rabb... Segala Puji BagiMu yang membuatku pernah merasakannya 🌹
Rindu 🌹🌹🌹
Read More..

Rabu, 03 Juli 2019

Menikahlah Karena Ingin, Bukan Karena Tuntutan


Memilih pasangan itu tak usah terburu-buru. Jangan terlalu dipaksakan dan tak usah berpatokan dengan usia. Kita tidak sedang membeli barang di toko yang ketika kita lihat, suka, lantas langsung membeli. Jangan lupa bahwa yang akan kita miliki adalah makhluk hidup, teman seumur hidup, bukan barang. Tak usah tergesa-gesa, nikmati tahapannya. Jika jodoh, insya Allah akan tetap dipersatukan. Akan ada celah untuk bersama, begitupun sebaliknya.

Menikahlah karena memang ingin. Karena sudah mampu dan benar-benar siap. Bukan karena tuntutan. Bukan karena melihat teman-teman menikah. Bukan karena desakan usia ataupun pertanyaan orang-orang. Engkau percaya takdir Allah? Percayalah, ia akan indah.


Jagalah dirimu dengan sebaik-baiknya

Tetaplah taat sekalipun jenuh

Jadilah indah…

Jadilah langka…

Tak pernah tersentuh dan masih tersegel rapi

Buatlah ia yang mendapatkanmu kelak merasa menjadi orang yang begitu istimewa

Karena sosok yang ia miliki belum pernah terjamah sedikitpun

Manjanya, perhatiannya, romantisnya, marahnya, cemburunya belum pernah dirasakan oleh siapapun sebelumnya

Jikapun kelak engkau tidak mendapatkan yang serupa,

Setidaknya engkau telah berlaku baik padanya bahkan sebelum kalian bertemu





Baca Juga :
Read More..

Senin, 03 Juni 2019

Memiliki Anak Sebelum Memiliki Ilmunya, Bijak kah? (1)



Seorang anak punya hak untuk diasuh dan dibesarkan oleh orang tua yang memiliki wawasan yang cukup. Kurang bijak rasanya tatkala akan memiliki seorang anak tapi pasangan suami istri tidak belajar terlebih dulu tentang ilmu parenting, bagaimana memaksimalkan tumbuh kembang anak dengan baik, bagaimana menghasilkan anak yang cerdas, mudah diterima dilingkungannya kelak dan sebagainya. 

Ketika anak diasuh dan dididik dengan asal-asalan maka hasilnyapun akan demikian. Oleh karena itu, jangan salahkan anak jika kelak mengapa anak orang lebih pintar dari dia, kenapa anak orang lain lebih mudah diatur, dll.

Ibaratnya, orang yang berprofesi sebagai guru, dokter, maupun tentara harus memiliki ilmu dibidangnya bukan? Begitupun menjadi orang tua. Tidak mungkin jika anak tiba-tiba tumbuh jadi anak yang hebat, pintar, religius, berakhlak mulia tanpa adanya pendidikan dan ilmu yang cukup dari orang tuanya.


Sebaliknya, anak yang dididik atas dasar ilmu dengan memperhatikan nutrisi, perkembangan sel-sel otaknya agar menjadi anak yang cerdas, diperhatikan perkembangan emosional dan spritualnya dengan benar maka akan menjadi anak yang tumbuh dengan kualitas yang baik insya Allah.

Lalu terlambatkah untuk menjadi orang tua yang professional?


Tidak.

Caranya?

Banyak-banyak membaca. Banyak-banyak mencari tau.

Jadi orang tua maupun calon orang tua tidak boleh malas membaca, tidak boleh tidak belajar,  khususnya seorang ibu. Ibu itu harus pintar, harus cerdas, harus berwawasan. Karena melalui perantara orang tualah generasi penerus yang berkualitas akan tumbuh . Melalui perantara orang tualah putra putri terbaik bangsa yang kelak akan mengemban dakwah dan expert dibidangnya akan dilahirkan.  
Mengapa saya katakan ditangan orang tua, bukan ibu atau ayah saja?  Karena hasil terbaik ada dari kerjasama yang baik,  bukan hanya dari salah satu pihak. Masing-masing harus memainkan perannya dengan baik .


Merasa terlambat? 


TIDAK. 


Jika orang tua kita dulunya kurang memaksimalkan tumbuh kembang kita dengan baik,  tidak dibesarkan dengan pola asuh yang baik dan lingkungan keluarga yang kurang kondusif karena kurang harmonis, serta keterbatasan ilmu pengetahuan... maka jangan sampai semua itu terulang pada anak kita kelak. Cukup berhenti pada kita saja,  jangan sampai anak kita turut merasakan hal yang sama. 

Anak itu ibarat adonan sebelum dimasukan keoven, bisa kita bentuk sesuka hati. Asal jangan dibentuk pas keluar dari oven, akan sulit diubah bentuk dasarnya. Salah sedikit bisa hancur. Hanya bisa diberi aneka topping sebagai pemanis.



Wallahu Ta'ala A'lam Bishshowaab
Read More..

Rabu, 30 Januari 2019

Ujian Itu Mau Bagaimana Rasanya, Kitalah yang Menentukan

Di dalam sebuah kapal menuju Kendari…

Friend: Subhanallah, panaasss… (sambil kipas-kipas kegerahan)

Dua jam kemudian saat sampai hotel…

Friend : Tadi kepanasan gak sih? Tidurnya tenang sekali. Sampai mikir dalam hati anty kepanasan gak sih. Saya saja sampai bolak-balik kiri-kanan saking panasnya. Maaf ya ukh kalau terganggu.

Me: (senyum) ^_^. Kalau ditanya panas atau tidak, yah panas. Sama, saya juga rasa panas (karena memang saat itu suhunya panas dan sangat gerah ditambah lagi padatnya penumpang). 

Friend : Terus kok tenang gitu? 

Me : Terus harusnya gimana? (sambil senyum)

Friend : …

Me : Gak ada yang bisa dipakai buat kipas. ^_^
Mengeluh? Mengeluh juga tidak akan membuat panas dan gerahnya menjadi hilang bukan? Balik badan kiri-kanan juga tidak akan mengubah suhu bukan? Dengan mengeluh, panasnya justru membuat kita tersugesti hingga akhirnya terasa semakin panas dan gerah. Bolak-balik badan saat duduk justru bisa membuat orang yang berada disamping kita merasa terganggu. Jadi, mengeluh ataupun grasak-grusuk termaksud solusi bukan? Bukan. Mengurangi panasnya nggak? Enggak. Yang terjadi justru apa? Suhu terasa makin panas, makin gerah, hati menjadi gelisah, orang lain disekitar kita boleh jadi terganggu karena kita duduk tidak tenang, dan juga kesempatan mendapat pahala karena bersabar dalam gangguan justru tersia-siakan.

Friend : Jadi ukhty?

Me : Saat kita dihadapkan dengan sesuatu yang tidak kita sukai, lakukan sesuatu yang bisa merubah keadaan tanpa harus mengeluh maupun mengganggu orang lain. Cari kipas atapun tempat yang bisa mengurangi gerahnya. Tapi jika tidak bisa, yah cukup nikmati. Tidak usah pikirkan panasnya, tidak usah perdulikan ketidaknyamanannya, istighfar, tenangkan hati. Jikapun masalah tidak terpecahkan, setidaknya kita tidak menambah kadarnya dan merugikan orang lain.

Friend : Masya Allah…

                                                    ***


Kawan... terkadang mungkin kita bertanya-tanya mengapa kehidupan kita berbeda dengan orang lain. Mengapa hidupnya terlihat lebih enak, lebih beruntung, dll. Terkadang bukan karena mereka menghadapi hal yang berbeda, namun cara mereka meresponlah yang membedakan. Saat dua orang dihadapkan pada dua masalah yang sama, yang satu memilih mengeluh, pasrah dan menyerah ataupun berjuang tapi dengan cara yang salah, sedangkan yang lainnya memilih berjuang dan sama sekali tidak mengeluh serta menampakan kesusahannya pada orang lain, maka keputusan itulah yang akan memberikan hasil yang berbeda.

Cobaan itu ibarat kopi, akan menjadi nikmat jika dipadukan dengan manisnya gula. Mau bagaimana rasanya, kitalah yang menentukan. Jika ingin rasanya manis, tambahkan gula. Jika rasanya terlalu pekat, tambahkan air. Mau rasanya pahit, manis, hangat, panas ataupun dingin, kita yang menentukan. Begitupun dalam kehidupan.

Jika kehidupan ini terasa begitu pahit, maka tambahkan dengan manisnya kesabaran. Siapa kita dan bagaimana kita lima tahun kedepan ataupun setelah meninggal kelak, tergantung bagaimana usaha kita hari ini. Apapun masalahnya, apapun ujiannya, always stay connected to God!


Wallahu a'lamu bish showaab





Lainnya :
Saatnya Menata Hati
There Are Always Choices In Life
Read More..

Selasa, 04 Desember 2018

Selalu Gagal Move On, Apa yang Salah?


“Bagimana cara agar bisa move on? Ingin melupakan, tapi rasanya kok susah ya?”

Orang yang sedang berjuang untuk  move on mungkin sering bertanya seperti itu dan sering juga mendapat jawaban yang sama, “Lupakanlah karena Allah, dan yakin bahwa kelak Allah pasti akan mengganti dengan yang jauh lebih baik.”

Sepintas tidak ada yang salah dari nasehat tersebut, dan memang tidak salah. Akan tetapi, mengapa banyak orang yang gagal dalam implementasinya? Keyakinan yang kurangkah? Atau kesungguhan dalam menerapkannya yang tak maksimal?


Saudariku…

Ternyata ada satu hal yang selama ini sering kali terlupakan. Inti dari move on itu sendirilah yang kerap tidak kita pahami dan abaikan. Bukan sebatas move on dari orang yang kita cintai, akan tetapi termaksud move on dari segala kejadian buruk yang pernah kita alami di masa lalu.


Lantas, apa yang sering terluput hingga move on selalu saja gagal?

 

 

IKHLAS.


Ya, inti dari move on adalah ikhlas. Move on bukan tentang bagaimana kamu melupakan, namun tentang bagaimana kamu mengikhlaskan. Saat dimana tidak ada lagi rasa sakit tatkala teringat. Cara ini memang tak mudah, namun akan jauh lebih baik bagi kesehatan jiwa dikemudian hari.


Untuk melupakan sesuatu apalagi tergolong berkesan dalam hidup, baik itu kesan baik atau kesan buruk bukanlah hal yang mudah. Bahkan rasanya hampir mustahil, kecuali jika kamu lupa ingatan. Pun, move on juga bukan hanya perkara bisa atau tidak. Jika ditanya bisa atau tidak? InsyaAllah bisa, yang jadi masalah adalah mau atau tidak?


Berdamailah dengan masa lalu. Tidak perlu bersusah payah untuk melupakan. Bahkan tidak harus melupakan, karena jika teringat maka rasa perih itu akan terasa lagi. Ikhlaskanlah! Sehingga, meskipun tiba-tiba kamu teringat, kamu akan tetap baik-baik saja. Mulai sekarang, belajarlah untuk memahami mana yang harus dipertahankan, mana yang harus diperjuangkan, dan mana yang memang harus untuk diikhlaskan.




 

 





Read More..

Rabu, 28 November 2018

Cara Mudah Menghafal Qur'an?


Saat mendengar kalimat "Hafal Al Qur'an 30 juz" apa yang sering terlintas dibenak kita? 
 
“Hafal 30 juz? Wah, gimana caranya?”. Jangankan untuk memulai, baru membayangkan saja sudah pesimis.
“Ah, dia mah enak bisa menghafal dari dulu. Sedangkan saya? Kayaknya mustahil, umur sudah segini, sudah telat juga kayaknya,” and bla…bla.. bla…

Ya, antara lain mungkin seperti itu. Saya pun dulu juga sempat berpikir seperti itu. "Wah? like impossible. Umur sudah berapa, aktivitas padat, pikiran mulai bercabang," dll.

Oke.. Tapi tau tidak, apa yang membuat seseorang itu gagal meraih apa yang diinginkan?


Yup. Salah satunya adalah selalu mengeluh tanpa berbuat sungguh-sungguh dan selalu compare hasil kita dengan hasil orang lain.

"Ah, tapi dia mah enak. Emang dasarnya pintar, sudah lama masuk pondok", dll.

Nah, itulah kita…
Kita selalu melihat hasil tanpa mau tau bagaimana start dan prosesnya. Tidak semua para hafidz/hafidzoh itu dilahirkan dari keluarga yang 100 % religious, tak semua juga memiliki IQ yang tinggi, tak semua jebolan pesantren dan mondok bertahun-tahun lamanya. Tak jarang mereka berasal dari sekolah umum. Sedikit berbagi pengalaman pribadi, dulu kelas 10 belum bisa ngaji. Walaupun mulai kerudung gede tapi masih buta huruf hijaiyah. Belum tau mengaji dengan tajwid itu seperti apa. Kelas 10 cuman hafal Al Fatihah, Al Ikhlash, sama An Naas. Itupun Al Ikhlash kadang masih lupa-lupa. Setiap sholat cuman dua surah itu yang selalu dibaca. Sampai malu sendiri sama kerudung gede tapi belum tau ngaji >.< Tapi bagiku saat itu better late than never. I quit, I lose.

Yakinlah, “Besar kecilnya pencapaian yang kita raih tergantung sebesar apa usaha yang kita lakukan dan tentunya tak lepas dari campur tangan Allah”. Kebanyakan kita hanya selalu mencoba sebentar, susah, gagal, menyerah, lalu pada akhirnya berhenti. Padahal untuk meraih sebuah pencapaian besar tentu saja tidak didapat dengan mudah. Jika dianalogikan mungkin seperti ini, seseorang yang ingin membeli berlian otomatis harus bekerja keras untuk mendapatkannya. Sebaliknya, jika kita tidak ingin usaha and try harder itu berarti kita cukup dengan aksesoris plastik yang mudah didapat bahkan tanpa harus usaha kerja siang malam sekalipun.
Tidakkah kita berpikir, bahwa terlalu murah untuk membalas kebaikan kedua orang tua dengan gelar dunia, materi dan sejenisnya? Semua itu ada waktu limitnya. Tak akan bertahan lama. Jabatan dan prestasi dunia hanya akan mengharumkan nama kita di daerah tertentu saja dan dimasa itu saja. Setelah itu? Selesai. Pun, harta dunia yang kita kumpulkan bisa dalam sekejap hilang begitu saja, dan juga tak akan meringankan beban kita di akhirat kelak.

Gempa dan tsunami Palu, Sigi dan Donggala belum lama ini menyadarkan kita bahwa harta, rumah, kendaraan mewah yang dikumpulkan mati-matian, kerja siang malam bertahun-tahun untuk mendapatkannya bisa dengan mudahnya hilang dan hancur begitu saja dalam sekejap. Semua yang dibanggakan bisa hilang begitu saja. Tak ada yang kekal. Kekekalan yang sesungguhnya dimana? Akhirat. 

Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda yang artinya :
"Siapa yang menghafal Al Qur'an, mengkajinya dan mengamalkannya, maka Allah akan memberikan mahkota bagi kedua orang tuanya dari cahaya yang terangnya seperti matahari. Dan kedua orang tuanya akan diberi dua pakaian yang tidak bisa dinilai dengan dunia. Kemudian kedua orang tuanya bertanya, "Mengapa saya sampai diberi pakaian semacam ini?" Lalu disampaikan kepadanya, "Disebabkan anakmu telah mengamalkan Al Qur'an." (HR. Hakim 1/756 dan dihasankan oleh Syaikh Al Albani -rahimahullah-)


Itulah hadiah yang kekal. Kebanggaan yang haqiqi disaat para orang tua dan anak-anaknya hanya mampu tertunduk kaku. Saat dimana gelar, jabatan dan harta yang dibanggakan semasa di dunia tak lagi bermanfa’at. Dulu saya termaksud orang yang berprinsip, “Jika engkau mampu berusaha  meraih berlian, lantas mengapa harus mengambil barang plastik dan puas dengan itu?”


So guys… Menghafal Al Qur’an itu tidak mudah. Apalagi mempertahankannya. Tapi bukan berarti mustahil. Toh, banyak orang yang berhasil. Just don’t quit. You quit, you lose. Yakinlah, setiap orang yang berjalan pasti akan sampai. Tak perduli sepelan apa ia berjalan suatu saat ia pasti akan tetap sampai juga ke finish line. Begitu juga dalam menghafal. Selambat apapun engkau merasa menghafal, yakinlah akan sampai juga. Hal terpenting adalah sungguh-sungguh, banyak berdo’a, dan jahui maksiat.

TAK ADA KATA TERLAMBAT! Take action and try harder. Stop compare proses kita dengan orang lain karena setiap orang punya prosesnya masing-masing dan waktu pencapain yang berbeda-beda. It’s gonna be tiring of course. It gonna be boring, and it’s gonna hurt. But you just gotta keep going!


Wallahu a'lamu bishshowaab
Read More..

About Me

Foto Saya
Akhwat's Note
Just an ordinary girl...
Lihat profil lengkapku