topbella
Tampilkan postingan dengan label Kisah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kisah. Tampilkan semua postingan

Kamis, 15 Juli 2021

Skenario Tuhan dalam Perjalananku Menemukan Jodoh

"Tidak. Aku tak bisa menerimanya. Ia mengagumkan secara keilmuan, namun sangat jauh dari tipeku secara fisik". 

Entah berapa kali kalimat itu berputar bagai kaset rusak dalam benak Zahra. Wanita asal Ibu kota yang berstatus mahasiswi tingkat akhir di sebuah Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan di kota pelajar. Meyakinkan diri, bahwa proses ta'aruf dan nadzor yang saat ini sedang ia jalani tak bisa dilanjutkan. Gadis itu benar-benar tak serius dalam proses perjodohan ini. Ia memang ingin menikah, tapi bukan dengan pria yang saat ini sedang membasuh dirinya dengan air wudhu di pojok ruang mushola.

Sosok pria itu berdiri bersama bang Ahmad, tak jauh dari tempat Zahra duduk. Bang Ahmad satu-satunya saudara Zahra yang beberapa tahun silam memutuskan untuk mulai berhijrah, mencoba mempelajari dan menjalankan sunnah Rasul-Nya yang sebelumnya sering terabaikan. 

Keduanya asik berbincang, mengabaikan gadis berkerudung hitam yang justru sedang tenggelam dalam lamunan bersama pria lain yang berhasil menawan hatinya setahun belakangan. Ya, gadis itu sedang jatuh cinta. Hatinya tertawan pada satu nama yang dua semester lebih membelenggunya dengan pesona dan kharisma yang dimiliki. 

Namanya Andra, pria satu prodi yang berhasil ia dekati saat kata hijrah masih jauh dalam benaknya. Anggap saja ia jahat karena telah berani menggoda pria alim di kelasnya, tapi apa yang bisa ia lakukan? Gejolak cinta anak kuliahan yang masih jauh dari kata hijrah tak bisa ia bendung. Melalui teman sekelasnya itulah, Allah menuntunnya untuk berbenah dan menemukan jalan hijrah yang saat ini ia tapaki. Mengingat namanya saja hatinya terasa bergetar, ingin rasa membongkar kotak rindu. Diam-diam ia membisikkan nama yang berhasil menawan hatinya disela-sela lamunan. Lirih, hanya angin yang mampu mendengarnya. 

"Allahu akbar. Allahu akbar...." 

Lamunannya terhenti saat terdengar suara iqamah shalat maghrib. Menginterupsi secuil rindu yang tak kunjung hilang bersama senja. 

"Silahkan jadi imam". Bang Ahmad mempersilahkan pria di sampingnya. Pria yang beberapa minggu lalu bertukar CV dengan adik bungsunya. Tak diragukan lagi, dari segi hafalan Al Qur'an dan bacaan, pria itu jauh lebih baik dari sang abang. 

Tanpa komando, Zahra memposisikan diri di shaf wanita. Bersiap untuk ikut shalat berjamaah bersama abang dan pria yang ingin meminangnya. Gadis itu melirik dari balik hijab. Mencoba menyelami lebih jauh objek pandangannya, namun hatinya tak bisa berbohong. 

Sebesar apapun usahanya untuk menerima pria itu, sebesar itu juga akalnya menolak. Belum ia temukan sesuatu yang membuatnya yakin untuk menjadikan pria tersebut sosok imam di masa depan, menjadi nakhoda dalam mahligai rumah tangga yang sangat ingin ia segerakan. 

Sesaat hening. Tak lama kemudian terdengar lantunan ayat Al Qur'an yang begitu indah. Suara dan ritme bacaan sang imam memanjakan telinga gadis itu. Tak menunggu waktu lama hingga getaran itu muncul tanpa malu-malu. Hanya sesaat, kemudian berganti dengan ketenangan yang menyeruak masuk tanpa permisi. Menyejukkan hati yang selama ini dirundung galau dan sepi. 

Semakin lama, Zahra semakin terhanyut dalam bacaannya. Semakin panjang ayat yang pria itu baca, semakin besar damai menyelimuti gadis yang hendak dipinangnya. Terasa ada bagian kosong dalam diri gadis itu yang saat ini sedang terisi. Tanpa kompromi hatinya berbisik, "Aku menerimanya". Ia terbius dan entah keyakinan itu dari mana datangnya, namun ia sangat yakin bahwa apa yang terjadi saat ini tak lepas dari campur tangan Allah. Apa yang sulit bagi Allah?. Hingga rakaat terakhir hatinya masih sama. Bismillah, ia akan menerimanya. 

Ajaib? Zahra pun merasakannya. Baru beberapa menit yang lalu, pikiran rasionalnya menolak. Kini, entah kenapa ia begitu yakin bahwa pria di depannyalah sosok yang ia butuhkan. Sosok yang dalam sekejap mengingatkannya akan Sang Pencipta dan mampu mengisi rasa kosong yang selama ini selalu ia nafikan. 

Mungkin pria itu bukan sosok yang ia inginkan, tapi ia yakin bahwa pria itulah sosok yang ia butuhkan. Sosok yang bisa membantunya menjadi pribadi lebih baik dan istiqomah dalam hijrah. Dimana rasa cinta dan kasmaran kepada Andra, pria satu prodinya yang beberapa menit lalu menggerogoti hati? Sekejap melebur entah kemana. 

Ah, entahlah. Terlalu banyak rasa yang tak mampu ia kemas dalam kata. 

Hari ini ia belajar, pada akhirnya Allah yang menggenggam hati hamba-Nya. Perkara hati seringkali diluar kuasa kita sebagai manusia. 

Kita boleh mengatakan, "dia bukan tipeku", namun jika Allah menakdirkannya menjadi jodohmu, maka akan ada saja cara Allah untuk melembutkan hatimu dan menerimanya. Sebaliknya, secinta dan sekuat apapun usahamu untuk bersama orang yang dicintai, jika bukan jodoh, akan ada saja cara Allah untuk memisahkan dua hati yang sedang dilanda asmara. Semudah dan sesingkat pertemuannya bersama pria yang saat ini sedang duduk berdzikir di hadapannya, di atas sajadah musholah.


'Aisyah Yusriani Al Haddad



(Diambil dari buku Live the Life with Love) 



NB : Kisah di atas terjadi sekitar 5 tahun silam, dan sekarang keduanya telah menikah serta dikaruniai satu orang anak ^^




Read More..

Selasa, 13 Juli 2021

Cuplikan Cerita di Waktu Dhuha


"Kring..." 

Bel waktu istirahat berbunyi. Sekarang pukul 09.30 WIB, itu berarti aku memiliki 30 menit dari sekarang yang harus aku gunakan seefisien mungkin. Dengan segera aku bergegas menuju kamar mandi. Tempat pertama yang akan aku tuju saat waktu istirahat tiba. 

"Assalamu'alaikum mbak". Sapa Qonita, teman sekelasku. Ucapan salam saat bertemu merupakan sunnah yang telah menjadi tradisi di pondok pesantren yang belum genap setahun aku berada di dalamnya. 

"Wa'alaikumussalam warahmatullah". Jawabku lembut tanpa mengurangi tempo langkahku yang memburu. 

Tak sabar, aku ingin segera sampai ke kamar mandi. Dan akhirnya, kutemukan mereka. Dua ember berisi cucian yang telah aku cuci sebelum berangkat ke sekolah pagi ini. Tidak. Ini semua bukan pakaianku, melainkan pakaian teman-teman angkatan yang diberikan kepadaku untuk dicuci.

Sosoknya berdiri di sana dengan pandangan yang berkaca-kaca disertai senyum yang dipaksakan. 

"Mau aku bantu nggak?" Tanyanya dari luar kamar mandi. 

"Tidak. Ini sudah selesai. Tinggal dijemur ke lantai tiga". Jawabku halus mencoba memahami perasaannya. 

"Kamu udah bilang mamah?". Untuk kesekian kalinya ia bertanya pertanyaan yang sama. 

"Tidak. Cukup kamu saja yang tau". Jawabku sembari sedikit tersenyum padanya. Sudah bisa kubayangkan bagaimana ekspresi penolakan mamah saat tahu anaknya menjadi tukang laundry di asrama. Bukan sekedar fokus belajar dan menghafal Al Qur'an, tapi malah mencuci pakaian kotor orang lain disaat uang saku tak pernah kurang dan selalu diberikan bahkan sebelum aku meminta. 

Tanpa kata, sosoknya menghilang dari luar pintu kamar mandi. Meninggalkan perasaan bersalah dalam diriku. Dialah orang pertama yang marah saat tahu aku menawarkan jasa laundry kepada teman-temanku. Dia saudari sepupu yang tahu betul bahwa aku anak manja yang belum pernah merasakan susah dan selalu dilayani oleh banyak orang sejak kecil. Kemarahan dan sedihnya kutahu merupakan wujud dari kepeduliannya kepadaku. 

Belum genap satu menit, tiba-tiba... 

"Eh, ngapain?" Tanyaku kaget. Tanpa permisi ia mengangkat satu ember cucian yang telah aku beri pewangi. 

Dengan enggan ia berujar, "Aku bantu aja, nanti lama". Suatu perkataan yang lebih terdengar seperti perintah ditelingaku. 

"Baiklah." Jawabku mengiyakan tanpa sedikitpun terbesit untuk menolak. 

"Kamu janji ya, secepatnya berhenti nyuci baju orang. Kalau mamah kamu tau pasti marah". 

"Insya Allah." Jawabku ragu. Ragu, karena aku sendiri tak tahu kapan akan berhenti. Terlalu indah rasanya saat bisa membeli apa yang kita inginkan dengan uang sendiri tanpa harus meminta kepada orang tua, apalagi diusia remaja. 

Sembari membaca ayat Al Qur'an yang hendak aku setorkan sore nanti, ku ikuti langkahnya menaiki setiap anak tangga menuju lantai tiga. Aku tersenyum. Indah rasanya. Kelak, saat-saat seperti ini akan aku rindukan. Saat-saat dimana aku memilih untuk berjuang dan mengisi lembar kehidupanku dengan hal-hal yang bermanfaat dan pengalaman baru. Kisah yang akan aku bagikan kepada anak cucuku nanti, bahwa pernah merasakan hidup dengan perjuangan itu indah dan akan berbeda jika enggan keluar dari zona nyaman. 

Dan yang terpenting, jika kelak Tuhan Semesta Alam bertanya, "Dengan apa engkau gunakan masa mudamu?", maka aku akan menjawab sembari tersenyum, "Dengan menyibukkan diri dengan hal yang bermanfaat dan beribadah kepadaMu ya Rabb".


'Aisyah Yusriani Al Haddad 


(Ditulis kembali dari buku Live the Life with Love)



Read More..

Sabtu, 10 Juli 2021

Jika Engkau Mampu Mengukir Kisah Hidupmu dengan Tinta Emas, Maka Lakukanlah!


August, 2020


Tak terasa sudah sepertiga malam, dan aku masih berkutat di depan laptop menyelesaikan tugas perkuliahan sembari jaga malam. 

Malam ini kebetulan ada pasien inpartu yang mengharuskan untuk tetap terjaga. Dan seperti biasa, pagi harus tetap masuk kuliah. Semenjak melanjutkan studi lagi, sudah sangat jarang punya waktu untuk main. Tidak seperti kuliah yang pertama kali, sesibuk-sibuknya masih punya waktu untuk main. 
 
Kini rutinitas setiap hari, pagi sampai sore full kuliah, sore langsung kerja sampai malam pukul 22.00 WIB, lepas jaga langsung maratonan sama deadline tugas yang setiap hari harus dikumpulkan maksimal pukul 00.00 WIB. Setelah itu langsung beberes, nyuci, mandi, sholat, ngaji yang seringnya semua selesai sampai jam 02.30 WIB. Jam empat subuh sudah harus bangun lagi dan berativitas seperti sebelumnya. 



 
Capek?

Tentu.

Dulu sejak zaman putih abu-abu sudah pernah merasakan sekolah sembari bekerja mencari penghasilan sendiri. Pengahasilan tidak seberapa memang, ditambah kegiatan ponpes yang super padat, hingga hampir tak ada waktu untuk istirahat. Tapi ada kepuasan tersendiri di kala itu. Saat itu bukan karena kekurangan uang, tapi pilihan. Memilih untuk mengukir kisah hidup yang lebih bermakna, agar indah untuk dikenang suatu saat nanti. Memilih untuk berjuang di saat yang lain sibuk bersenang-senang. Dan sekarang aku merasakannya lagi. Beberapa hari lalu kakak bertanya, "Kamu tidak kekurangan uang kan hingga akhirnya kerja dan bukannya fokus kuliah?".


Tentu TIDAK. Alhamdulillah...


Tapi ini bukan sekedar perkara uang. Tapi sejarah. Tentang kisah hidup. Tentang pengalaman dan skenario hidup yang sedang dirangkai agar indah untuk dikenang suatu hari nanti. Sehingga kelak dapat aku ceritakan kepada anak cucu sebagai pelajaran dan motivasi hidup, bukan hanya sekedar membagikan teori yang belum pernah diimplementasikan. 



Jika engkau mampu mengukir kisah hidupmu dengan tinta emas, maka lakukanlah... 

Apapun yang kita lakukan saat ini pada akhirnya akan menjadi kenangan... 

Kenangan yang bisa kita kenang suatu saat nanti, bahkan bisa kita ceritakan kepada orang-orang bahwa dahulu aku pernah melakukan hal ini dan itu, pernah mendapatkan ini dan itu. 

Sebuah kisah klasik yang dapat memberi kepuasan tersendiri saat kita mengenangnya suatu saat nanti





Read More..

Rabu, 07 Juli 2021

Sesayang dan Secinta Apapun Seseorang Kepadamu, Dia Juga Punya Hati yang Harus Dijaga

Dulu selalu menuntut agar orang terdekat menerima segala burukku. Sempat berpikir, jika bukan kepada mereka aku bisa mengeluh, marah, menangis, sedih dan menunjukan "inilah aku" tanpa ada rasa tidak enakan, maka kepada siapa lagi??? 

Tapi pada akhirnya aku tersadar, "Mereka juga manusia yang punya hati dan batas kesabaran. Jika mereka yang harus selalu mengikuti keinginanmu, maka bagaimana dengan diri mereka sendiri?" 

Dulu, karena adik super dewasa dan bijak, jadi suka manja sama adik sendiri. Sungguh berbanding terbalik dari peran seorang kakak yang seharusnya >_<. 

Sampai pada satu kejadian Allah menyadarkanku... 
Sedewasa apapun dia, dia juga butuh sosok yang bisa dijadikan tempat bersandar, tempat berbagi rasa dan keluh kesah. Jika bukan kepada kakak kandungnya sendiri, maka pada siapa lagi? Jangan sampai dia mencari figur yang hilang kepada orang lain.


Pada akhirnya kita harus sadar, bahwa hidup juga tentang bagaimana saling memahami. Jika orang lain mampu kita berikan layanan dan perlakuan yang baik sepanjang waktu, maka kenapa tidak untuk orang terdekat yang kita sayang? 

Hidup juga tentang pengorbanan. 

Lelah? 

Capek sabar mulu? 

Baik mulu? 

Memang. Karena hidup memang untuk berjuang, berkorban, dan melakukan hal-hal terbaik yang kita bisa. Jika ingin senang-senang, tunggu nanti. Di akhirat. Semua pengorbanan, kesabaran, dan rindumu akan sesuatu yang tertahan akan terbalas kok. Tidak sekarang, tapi nanti. Tidak ada satupun yang akan Allah sia-siakan atas apa yang telah dilakukan. Intinya, jangan perlakukan orang sesuka hati. Jangan egois. Sesayang dan secinta apapun seseorang kepadamu, dia juga punya hati yang harus dijaga dan dihargai.
Read More..

Hidayah Bukan Milikmu

Dengan langkah memburu aku menemuinya 

"Kamu merokok?". 

Wajahnya berpaling, memperlihatkan dengan jelas keengganannya menjawab pertanyaanku. Kulihat abu rokok berserakan di sudut ruangan.  Seketika sesak mendera.

Dalam benak terus terpikir untuk segera pergi dan tak terhanyut dengan masalah yang dibuat. Tersadar telah kutinggalkan banyak orang demi dia. Kilasan memori dua bulan lalu berputar layaknya sebuah cuplikan film. 

Teringat asalan dekat dengannya tak lain untuk murubahnya agar kembali ke jalan yang benar, hidup dengan lebih baik dan terarah. Betapa investasi akhirat yang menggiurkan bukan? 

Sosok yang kulihat kehilangan pegangan dan aku berharap semua yang aku lakukan dapat menjadi investasi akhirat saat jasad telah melebur bersama tanah. 

"Ka, jangan pergi. Kalau kakak juga pergi, lalu siapa lagi yang sayang sama aku?" 

"Lihatlah, banyak orang yang sangat peduli sama kakak. Sedangkan aku?"  Ucapannya terhenti, menoleh ke atas dan menarik oksigen dalam-dalam 

"Tetaplah tinggal". 

***

Pada akhirnya aku semakin tersadar, bahwa sekeras apapun usaha kita merubah seseorang, pada akhirnya hidayah tetaplah milik-Nya dan Dialah yang menentukan kepada siapa hidayah itu hendak Ia beri. Sungguh, hidayah itu bukan milikmu yang bebas engkau berikan kepada siapa saja yang engkau kehendaki.

“Sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak akan dapat memberi hidayah (petunjuk) kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi hidayah kepada orang yang Dia kehendaki, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk”. (Al Qashash: 56)
Read More..

Minggu, 30 Agustus 2020

Belajar Memahami

Beberapa tahun lalu punya teman yang saat bersama keluhannya begitu banyak. Sakit fisik yang diderita, masalah keluarga, pertemanan, dll. Akan tetapi, saat bersama orang lain dia terlihat baik-baik saja, bahkan terlihat ceria. Sakit fisik yang selalu dikeluhkan saat bersamaku melebur entah kemana. 

Saat itu seorang teman berkata, "Kamu ngapain segitunya banget sama dia? Dia itu manja amat. Dia baik-baik saja kok. Aku heran masalah dan sakitnya seberat apa?" 
 
Mendengar itu aku hanya tersenyum. Tak terprovokasi, tapi tidak menyangga juga. Wajar. Aku pun terkadang heran, "Wong dia baik-baik saja kok, tapi kenapa selalu tak pernah ingin ditinggal? Selalu bawel dan selalu terlihat lemah saat bersama?" 
 
Dulu hanya sebatas empati. Sebatas ingin memperlakukan orang lain dengan perlakuan terbaik. Dan yang aku tahu, TOLERANSI SAKIT SETIAP ORANG ITU BERBEDA-BEDA. TIDAK SAMA. KITA MAMPU, BELUM TENTU DIA PUN DEMIKIAN. Bukannya sedang bermain peran. Tidak. Ia hanya tak ingin mengumbar keterpurukan dan rasa sakitnya kepada banyak orang. Itu yang aku pahami.

Seiring berjalannya waktu akhirnya aku belajar, bahwa seseorang terlihat baik-baik saja belum tentu hati dan fisiknya pun demikian. 

Terkadang ada rasa perih yang tertahan dalam setiap tawa. Ada sesak yang tersimpan dalam sebuah keceriaan. Hingga kita menemukan orang yang kita anggap tepat untuk dapat berbagi rasa, berbagi rasa sakit yang sebenarnya tak lagi dapat tertahan dalam waktu yang lebih lama. 
 
Terkadang kita hanya menunggu seseorang yang tepat. Seseorang yang membuat kita nyaman menumpahkan seluruh beban yang tersimpan, dan memperlihatkan bahwa "aku sedang tidak baik-baik saja."
Read More..

Kamis, 29 Agustus 2019

Cinta Membuatku Rela Menjadi Tukang Laundry

Alhamdulillah tak terasa sudah sepuluh tahun dalam hijrah. Flashback sekitar 8 tahun lalu, sempat ada dimasa saat ketertarikan pada buku begitu menggila. Sejak SMA lihat buku seperti ibu-ibu belanja ke mall terus lihat diskonan ^_^. Selalu sayang rasanya kalau sampai tidak terbeli. ^_^ 

Mau beli harganya puluhan, ratusan, bahkan ada yang jutaan. Minta ke ortu rasanya malu padahal masih SMA saat itu. Tapi entah kenapa sejak SMA selalu malu rasanya untuk minta uang apalagi untuk beli ini dan itu diluar kebutuhan. Bukan karena orang tua tidak mampu, tapi karena ingin merasakan bagaimana nikmatnya berjuang dan berusaha tanpa harus selalu minta ke ortu. 

Sampai akhirnya saat masuk pesantren bela-belain tidak jajan saat teman-teman yang lain pada jajan demi buku. Cuman beli coki-coki  gopean terus dibagi tiga buat pengganjal perut. Sengaja digunting jadi tiga bagian biar nanti bisa nyampe 1-2 hari. Saat lapar dimakan sedikit buat pengganjal perut sambil nunggu waktu makan, terus sisanya disimpan lagi buat dimakan pas lapar. Semua itu biar uang jatah jajan bisa ditabung untuk beli buku. ^_^

Sempat jadi tukang laundry juga pas zaman awal-awal mondok di Yogyakarta. Rela cuciin pakaian orang terus dijemur ke lantai tiga demi buku. Secinta itu, dan tidak malu sama sekali. Ingat sekali saat itu laundry sekilo tiga ribu rupiah. Nyucinya pakai tangan pula. He...

Sebelum berangkat ke sekolah baju-baju laundry sengaja direndam dulu. Bel istirahat saat teman-teman yang lain sibuk jajan dan ngobrol, aku buru-buru dengan langkah cepat bahkan terkadang lari kecil menuju KM (kamar mandi) buat ngucak pakaian laundry terus sholat dhuhah sebelum bel masuk berbunyi.
Kemudian saat bel pulang, langsung bergegas pulang duluan buat jemur cucian diember dan dibawa ke lantai tiga. Kebayang gak, angkat dua ember naik tangga ke lantai tiga pegelnya kayak apa disiang bolong? EMEJING...

Sorenya setelah tahfidz barulah jemuran-jemurannya diambil dari lantai tiga dibawah ke kamar buat dilipat dan diantar kepemiliknya masing-masing. Semuanya demi buku...









Tak sampai setahun jadi tukang laundry tanpa sepengetahuan ortu dan betapa lelahnya saat itu. Selalu ngos-ngosan, lupa rasanya tidur siang seperti apa, dan sholat adalah waktu istirahat terbaik, waktu istirahat terindah. Saat aku bisa curhat sepuasnya kepada Rabbku. Menceritakan sepuasnya betapa lelahnya aku saat itu. Betapa terkadang jenuh tapi juga ingin mengisi setiap detik waktuku dengan berjuang dijalan Allah.

Saat itu capek…

Tapi begitu indah…

Saat-saat dimana selama empat tahun aku lupa bagaimana rasanya tidur siang karena mengejar target hafalan qur’an...

Saat-saat dimana aku lupa bagaimana rasanya berleha-leha dan tertawa lepas tanpa beban, tertawa tanpa harus terbayang akan neraka...

Saat anak-anak SMA sebayamu sibuk nongkrong, dan kamu hanya selalu berdua dengan Al Qur’an…

Saat anak-anak SMA sebayamu banyak tertawa dan kamu rasanya selalu ingin menangis karena rindu akhirat…

Saat anak-anak SMA sebayamu menceritakan cita-cita besar mereka mengenai dunia, ingin jadi dokter dan meraih gelar setinggi mungkin dan yang ada dibenakmu hampir setiap saat kala itu hanyalah ingin masuk surga, tak ada lain…

Saat anak-anak SMA sebayamu begitu mudah menghamburkan uang, dan kamu berusaha kerja keras untuk membeli keperluan dan keinginanmu padahal orang tua mampu memberikannya…

Mungkin salah satunya karena dari kecil sudah didoktrin untuk merasakan susah, abi –rahimahullah- selalu bilang, “Hidup itu jangan enak terus. Harus merasakan yang namanya hidup susah, hidup mandiri dan berjuang. Hidup dengan perjuangan itu indah, rasanya akan beda dengan orang yang hidupnya serba enak.”
Dan karena itulah aku bergitu bersemangat untuk hidup dengan penuh perjuangan (walaupun aku tau, perjuanganku sungguh tak seberapa dan tak ada apa-apanya dibanding yang lain. Ya, setidaknya aku sudah sedikit berusaha. Berjuang dengan versiku sendiri)


Saat-saat itu...
Lelah memang, tapi ada kebahagiaan yang tidak akan pernah bisa dideskripsikan. Terimakasih yaa Rabb... Segala Puji BagiMu yang membuatku pernah merasakannya 🌹
Rindu 🌹🌹🌹
Read More..

Rabu, 30 Januari 2019

Ujian Itu Mau Bagaimana Rasanya, Kitalah yang Menentukan

Di dalam sebuah kapal menuju Kendari…

Friend: Subhanallah, panaasss… (sambil kipas-kipas kegerahan)

Dua jam kemudian saat sampai hotel…

Friend : Tadi kepanasan gak sih? Tidurnya tenang sekali. Sampai mikir dalam hati anty kepanasan gak sih. Saya saja sampai bolak-balik kiri-kanan saking panasnya. Maaf ya ukh kalau terganggu.

Me: (senyum) ^_^. Kalau ditanya panas atau tidak, yah panas. Sama, saya juga rasa panas (karena memang saat itu suhunya panas dan sangat gerah ditambah lagi padatnya penumpang). 

Friend : Terus kok tenang gitu? 

Me : Terus harusnya gimana? (sambil senyum)

Friend : …

Me : Gak ada yang bisa dipakai buat kipas. ^_^
Mengeluh? Mengeluh juga tidak akan membuat panas dan gerahnya menjadi hilang bukan? Balik badan kiri-kanan juga tidak akan mengubah suhu bukan? Dengan mengeluh, panasnya justru membuat kita tersugesti hingga akhirnya terasa semakin panas dan gerah. Bolak-balik badan saat duduk justru bisa membuat orang yang berada disamping kita merasa terganggu. Jadi, mengeluh ataupun grasak-grusuk termaksud solusi bukan? Bukan. Mengurangi panasnya nggak? Enggak. Yang terjadi justru apa? Suhu terasa makin panas, makin gerah, hati menjadi gelisah, orang lain disekitar kita boleh jadi terganggu karena kita duduk tidak tenang, dan juga kesempatan mendapat pahala karena bersabar dalam gangguan justru tersia-siakan.

Friend : Jadi ukhty?

Me : Saat kita dihadapkan dengan sesuatu yang tidak kita sukai, lakukan sesuatu yang bisa merubah keadaan tanpa harus mengeluh maupun mengganggu orang lain. Cari kipas atapun tempat yang bisa mengurangi gerahnya. Tapi jika tidak bisa, yah cukup nikmati. Tidak usah pikirkan panasnya, tidak usah perdulikan ketidaknyamanannya, istighfar, tenangkan hati. Jikapun masalah tidak terpecahkan, setidaknya kita tidak menambah kadarnya dan merugikan orang lain.

Friend : Masya Allah…

                                                    ***


Kawan... terkadang mungkin kita bertanya-tanya mengapa kehidupan kita berbeda dengan orang lain. Mengapa hidupnya terlihat lebih enak, lebih beruntung, dll. Terkadang bukan karena mereka menghadapi hal yang berbeda, namun cara mereka meresponlah yang membedakan. Saat dua orang dihadapkan pada dua masalah yang sama, yang satu memilih mengeluh, pasrah dan menyerah ataupun berjuang tapi dengan cara yang salah, sedangkan yang lainnya memilih berjuang dan sama sekali tidak mengeluh serta menampakan kesusahannya pada orang lain, maka keputusan itulah yang akan memberikan hasil yang berbeda.

Cobaan itu ibarat kopi, akan menjadi nikmat jika dipadukan dengan manisnya gula. Mau bagaimana rasanya, kitalah yang menentukan. Jika ingin rasanya manis, tambahkan gula. Jika rasanya terlalu pekat, tambahkan air. Mau rasanya pahit, manis, hangat, panas ataupun dingin, kita yang menentukan. Begitupun dalam kehidupan.

Jika kehidupan ini terasa begitu pahit, maka tambahkan dengan manisnya kesabaran. Siapa kita dan bagaimana kita lima tahun kedepan ataupun setelah meninggal kelak, tergantung bagaimana usaha kita hari ini. Apapun masalahnya, apapun ujiannya, always stay connected to God!


Wallahu a'lamu bish showaab





Lainnya :
Saatnya Menata Hati
There Are Always Choices In Life
Read More..

Selasa, 25 September 2018

Jangan Pernah Berputus Asa Dari Rahmat dan Pertolongan Allah Sekalipun Engkau Adalah Hamba yang Bermaksiat dan Senantiasa Bermaksiat

Pukul 21.00 WITA ceritanya baru pulang. Pas mau keluar dari mobil qaddarullah pintu mobil gak bisa kebuka karena ujung jilbab kejepit pintu, entah bagian mana aku pun bingung. Sekitar 15 menit berusaha tetap saja pintu tidak bisa terbuka, ditarik juga tidak bisa tertarik. And then fix, karena sepi akhirnya mencoba memberanikan diri buat keluar dan masuk ke rumah tanpa jilbab buat ngambil jilbab baru plus cari bantuan. But still, jilbabnya tetap tidak mau tertarik dan pintu belum bisa terbuka. Sudah pakai alatpun tetap tidak mau terbuka. 

Sudah sekitar setengah jam, sudah semakin malam, dan sudah mulai menyerah. Teman yang tolongpun sudah ngantuk dan bilang, “Sudahlah! besok pagi saja, sudah malam! Kayaknya memang harus ke bengkel”. Sempat terbawa juga buat berhenti. Disaat yang nolong pergi, tiba-tiba pengen berdo’a. Tapi nyali seolah ciut. Begitu malu rasanya. “Ya Allah, masikah do’aku akan dikabulkan? Masih pantaskah aku meminta kepadaMu?” hatiku berbisik. Ada sedikit keraguan. Malu dan ciut rasanya meminta disaat maksiat terasa selalu mendominasi. Begitu tak tahu diri rasanya tiba-tiba berdo'a sementara diri berjalan semakin jauh dari Allah. Tapi Alhamdulillah, keyakinan bahwa Allah Maha Pengabul do’a dan menyukai hambaNya yang meminta kepadaNya masih lebih besar dari ciutnya nyaliku.

Selanjutnya dengan penuh keyakinan dan kepasrahan diri ini pun berdo’a, air matapun tanpa malu-malu jatuh begitu saja. Agak lebay ya? Tapi begitulah dari dulu kalau berdo'a dalam kondisi apapun itu air matanya tidak pernah bisa diajak bersahabat ^__^. Dan akhirnya.... dengan bacaan basmalah dan bacaan yang lain akupun menarik jilbab itu perlahan dari dalam. Daannnnn… What amazing, begitu mudah rasanya saat ditarik tanpa harus bersusah payah seperti sebelumnya dan jilbabkupun berhasil diselamatkan walau sedikit agak rusak. Tapi ya tetap Alhamdulillah, setidaknya tidak sobek.

Inti dari cerita ini apa?

Intinya adalah, melalui kejadian ini Allah kembali menyadarkanku akan dua hal dan ini yang ingin dishare :
Pertama, jangan mudah menyerah! Sering kali disaat kita memutuskan untuk menyerah, disaat itu sebenarnya kita sudah hampir berhasil mendapatkan apa yang kita usahakan kalau saja kita mau berjuang sedikit lagi.
Kedua, jangan pernah berputus asa dari Rahmat dan Pertolongan Allah sekalipun engkau adalah hamba yang bermaksiat dan senantiasa bermaksiat. Karena sesungguhnya Allah itu sesuai prasangka hambaNya. 

“Aku menurut persangkaan hambaKu terhadapKu, dan Aku bersamanya ketika ia mengingat (berdzikir) kepada-Ku. Jika ia mengingatKu dalam dirinya, Aku pun mengingatnya dalam DiriKu. Jika ia mengingatKu di tengah orang banyak, Aku pun mengingatnya di tengah kelompok yang lebih baik dari mereka (yakni para malaikat,-pent.)” (HR. Al-Bukhari)  

“Berdo’alah kepadaKu” firman Allah, “Maka akan Aku kabulkan”.

“Sesungguhnya Allah Ta’ala malu bila seorang hamba membentangkan kedua tangannya untuk memohon kebaikan kepada-Nya, lalu Ia mengembalikan kedua tangan hamba itu dalam keadaan hampa/gagal.” (HR. Imam Ahmad, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahihul Jami’)

Jadi, jangan pernah ciut untuk meminta. Jika bukan kepada Allah kita berserah, maka kepada siapa lagi? Dan jika bukan kepada Allah kita memohon untuk dikabulkan, maka kepada siapa lagi?

Terakhir…
Jangan pernah mengeluh saat menghadapi sesuatu yang tidak disukai karena pasti ada hikmahnya, entah itu berupa peringatan, pelajaran, atau bahkan sekedar penggugur dosa. Setiap kejadian yang tidak mengenakan yang kita alami apapun itu pasti ada hikmahnya, itu PASTI. Hanya saja terkadang kitalah yang kurang atau bahkan sama sekali tidak peka. Sebagaimana Allah yang memberiku pelajaran berharga dan semangat baru melalui kisah sederhana ini.
Read More..

Sabtu, 16 September 2017

Teman Rasa Saudara

Ceritanya kemarin keluar seorang diri ketemu kerabat yang lama gak ketemu dan pulangnya fix aku diomelin karena berani bawa motor sendiri padahal belum mahir?!.

Siapa yang marahin? Mamah? kakak? 

Tentu bukan. Malainkan teman yang super duper protektif. 

Sebenarnya bukan cuman dia doang, karena hampir semua orang yang dekat denganku akan berubah menjadi protektif dan akibat keprotektifan merekalah alhasil hingga mau wisudapun aku belum mahir bawa motor dan baru belajar sekarang. Entah mengapa mereka bersikap seperti itu. Tapi gapapa. Setidaknya bisa nyetir mobil. Hhee

Dengan berbagai alasan mereka sukses membuatku selalu bergantung kepada mereka untuk urusan keluar kesana -kemari.
Susi : "gak usah bawa motor mba. Gak usah belajar. Mba gak cocok bawa motor".
Me : heh? "Gapapa sus. Ajarin ana ya, gak enakan ana repotin kalian mulu".
Susi : " gapapa mba, selama ana free ana bakalan ngantarin mb 'Aisy terus, gak repot kok mba"

Rani : "Kakak gak usah bawa motor aja. Ana gak mau ngajarin. Mending ana panas panasan daripada kakak bawa motor keluar sendiri". Dan dia sukses melarang siapapun yang mau ngajarin aku bawa motor.

Kak Eka : "Mumpung kakak masih di jogja, kakak bakalan antar adek kemanapun. Biar kakak jadi tukang ojeknya adek".

Fix, gak ada yang mau ngajarin ana dikota perantauan ini. Dan akhirnya dengan berbagai paksaan dan wajah memelas dan rayuan teman ana akhirnya terketuk juga pintu hatinya ^_^. "Kalau ana gak diizinin dan diajarin gimana nanti kalau ana lanjut study lagi? Siapa yang ngantarin ana kesana kemari sementara kita sudah pisah?" *emot melas dan puppy eyes andalan emang selalu ampuh. hehehe

Memang rencana setelah ini pengen lanjut kuliah lagi insya Allah karena hijab dan status "akhowat" bagi ana bukanlah halangan untuk menggapai pendidikan setinggi mungkin selagi bukan maksiat dan mendatangkan manfa'at yang lebih banyak why not? Iya gak sih? (Tolong dibenarkan kalau ana keliru tentang ini)

Pernah dengar kata-kata ini:
Salah satu bentuk rizki dari Allah ialah Allah memberikan kita sahabat-sahabat yang baik

Yup. Sahabat yang baik itu bukan hanya membantumu saat kesusahan, tapi sahabat yang baik ialah sahabat yang selalu menguatkan dalam kebaikan dan marah saat engkau berbuat maksiat. Dan aku begitu bersyukur mendapatkannya.

Bukan hanya perhatian, tenaga bahkan materipun rela diberikan secara cuma-cuma. Dan yang lebih menyentuh hati ini adalah mereka yang tak suka melihatku "sedikit" melenceng. Misalnya saat mereka nonton dan aku tak sengaja melintas atau menengok ke arah layar maka salah seorang dari mereka akan berkata, "Mb 'Aisy gak boleh lihat! Nanti hafalannya hilang!!" *sambil nutup layar laptop.

Atau saat akan pergi ke alun-alun kidul sekedar melepas penat di malam hari yang ketika itu juga sedang ada festival musik. Apa yang dikatakan temanku kepada teman yang lainnya saat tau aku juga ingin ikut? Marah, tentu. Dengan nada kesal ia berkata, "Kenapa bilang Aisyah? Jangan ajak-ajak dia ih! Udah tau disana banyak maksiat!".

Sekalipun mereka bukan alumi ma'had, tak sekalipun mereka mengizinkanku untuk melakukan sesuatu diluar kebiasaanku. Dan itu sukses membuatku menangis parah. 

Ya, Allah lagi-lagi menjagaku melalui mereka. As u know iman itu naik turun apalagi untuk anak kuliahan seperti diriku yang lama tak ikut kajian karena sibuk kuliah dari pagi sampai menjelang maghrib dan malamnya harus menyimak setoran hafalan anak-anak, mengerjakan tugas kuliah dan sebagian waktu untuk kepentingan organisasi. Aku pernah berada dipuncak kefuturan dan ingin menyerah dalam hijrah. 

Membayangkan kehidupan dan diriku sebelum hijrah sepertinya begitu menyenangkan, engkau tak perlu berjuang dengan begitu banyak linangan air mata saat menahan untuk tidak bermaksiat ataupun untuk tidak melakukan sesuatu yang tidak Allah cintai.

Kesal dengan sikap keprotektifan mereka?
Ya Allah... Mana mungkin aku kesal. Justru saat itu malah pengen nangis. "Disaat lalai dan letihku diatas al haq, Allah justru selalu melindukngiku untuk tetap berada dijalanNya".

Allah menghadirkan untukku saudari-saudari dengan segudang perhatin.
Saat sakit, maka saudariku akan menyuapiku tanpa aku minta, membuatkan teh hangat dan merawatku dengan tulus. Saat aku begitu disibukan dengan tugas-tugasku hingga tak lagi memiliki waktu untuk diri sendiri, maka saudariku akan mencuci pakaian kotorku dan merapikan barang barangku tanpa aku minta. Saat aku dalam suatu tugas, maka saudariku akan menyiapkan segalanya untukku. Terkadang kaget saat melihat barang-barang yang aku butuhkan telah lengkap tersedia.

Suatu ketika aku qaddarullah kehilangan hp, kemudian salah seorang kakak jauh-jauh dari Solo hari itu juga membelikan hp baru dan diantarkan ke jogja tanpa aku minta. Diberikan secara cuma-cuma. Kalau perlakuan cowok ke cewek mungkin wajar, tak ada yang spesial. Tapi seorang teman wanita yang baru dikenal beberapa bulan dan begitu baik serta loyal padamu, bagiku itu sedikit luar biasa. Padahal cuman ngasih kabar doang kalau hubungin via facebook aja karena hp qaddarullah hilang dan belum sempat beli. Bahkan, jauh-jauh dari Solo cuman buat ngasih hp baru, ngurusin kartu ke grapari, nyuciin baju dinas terus besoknya pulang. Entah, tapi hampir semua yang dekat denganku bersikap seperti itu. 

Sering bertanya kenapa mereka mau melakukan semua itu untukku secara cuma-cuma padahal aku merasa tidak memperlakukan mereka sebaik itu.

Yaa aku BAPER. Bagaimana mungkin aku tidak BAPER saat mereka begitu sering memberikan hal-hal manis untukku. Saat mereka rela mengorbankan apa yang mereka miliki untukku?
Mungkin itulah salah satu sebab mengapa aku masih betah dengan status single dan tak berhubungan dengan lawan jenis manapun hingga saat ini. Alhamdulillah.

Selain karena tau hukumnya, juga alhamdulillah karena perhatian dari orang-orang sekitar sudah terasa sangat berlimpah. Mereka dengan segudang perhatian dan selalu siap berkelana kemanapun saat jenuh melanda. Kurang apa lagi?

Yah, mereka sudah cukup bagiku. Setidaknya hingga detik ini.


"Ya Rabbi... 
Sejauh apapun aku bermain dan selalai apapun aku hari ini...
Aku mohon,
Jangan pernah putuskan penjagaanMu terhadapku...
Jangan pernah berhenti mencintaiku... 
Dan Jangan pulangkan aku kecuali dalam keadaan aku ridho dan Engkau meridhoiku"
Read More..

Selasa, 10 Mei 2016

Jalan Panjangku Meniti Jalan-Mu (Part 3)

Tujuh tahun...
Tak terasa tujuh tahun dalam hijrah. Terpuruk, down, berkali-kali jatuh, berkali-kali bangkit, hingga berada dipuncak keimanan rasanya telah dilalui. Terkadang ingin menyerah, capek juga taat terus. Sabar terus. Tak jarang, rasa gersang dan kesepian pun menyertai saat selalu mencoba menahan hawa nafsu dan berbagai keinginan duniawi agar tetap berada dalam koridor-Nya.

Ingin kembali ke masa awwam dulu, melakukan banyak hal tanpa harus terbebani karena sudah tau hukumnya. Yah, pernah sempat terlintas keinginan seperti itu. Apalah aku kecuali tetap manusia biasa.

Tapi buat apa???
Seneng-seneng dalam maksiat, lalu kalau meninggal besoknya bagaimana??? 

Disitulah terkadang saya merasa galau >__<

Telah banyak hal yang ditinggalkan. Masa mau mundur???

Al-Imam Al-Hasan Al-Bashri rahimahullahu berkata yang artinya:
“Demi Dzat Yang tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Dia, menegakkan As-Sunnah itu berada di antara dua kelompok. (Kelompok) yang ghuluw dan (kelompok) yang bersikap meremehkan. Maka bersabarlah kalian di dalam mengamalkan As-Sunnah, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa merahmati kalian. Sesungguhnya pada waktu yang lalu Ahlus Sunnah adalah golongan yang paling sedikit jumlahnya. Maka demikian pula pada waktu yang akan datang, mereka adalah golongan yang paling sedikit jumlahnya. Ahlus Sunnah adalah orang-orang yang tidak mengikuti kemewahan manusia. Tidak pula mengikuti kebid’ahan manusia. Mereka senantiasa bersabar di dalam mengamalkan As-Sunnah sampai bertemu dengan Rabb mereka. Maka hendaknya kalian pun demikian.” (Syarah Ath-Thahawiyyah, 2/326 )

"Sesungguhnya dunia ialah negeri yang mencemaskan. Adam diturunkan kepadanya tak lain sebagai hukuman atasnya. Ketahuilah, sesungguhnya keadaan dunia tak seberapa, barangsiapa memuliakannya, hinalah dia. Setiap saat selalu ada yang binasa disebabkan dunia. Maka jadilah engkau laksana orang yang mengobati lukanya, ia bersabar akan rasa sakit (ketika mengobati), karena khawatir musibahnya akan berkepanjangan.” (Hasan Al Bashri -rahimahullah-)

Dan kini?

Alhamdulillah Allah masih memberikan hidayah-Nya. Masih bisa berhijab saat praktek klinik Rumah Sakit, masih bisa ngaji di tengah-tengah tugas perkuliahan dan target kelulusan. Masih tahan gak chat sama lawan jenis juga sampe datang yang halal *he

Hmm, tujuh tahun. Begitu tak terasa. Semoga bisa terus berada dalam hidayah dan dekapan-Nya hingga penghujung waktu. Aamiin

مداني، ١٠-Ù¥-٢٠١٦
Read More..

Sabtu, 06 Agustus 2011

Jalan Panjangku Meniti JalanMu Part 2

Tentulah semua yang kuraih karena Alloh Subhanahu Wa Ta'ala. Begitu singkat rasanya namun sangat memberikanku pelajaran. Tak ada rasa cukup bagiku, karena masih sangat banyak ilmu yang harus ku timbah. Mulailah kubaca buku-buku bermanhaj salaf, serta mengikuti majelis-majelis ilmu yang ada di kotaku. Begitu tentram rasanya, jiwapun terasa sejuk. ” Inikah yang dinamakan dengan ke khusukhan?? ” Pikirku dikala itu. Akhirnya aku merasakan juga kebahagiaan yang selama ini kucari, perasaan nyaman, tentram dan tentunya rasa bahagia. Ku tau, tak akan banyak orang yang dapat merasakannya.

Sesekali aku merasa ibah pada sahabat-sahabatku dulu. Mengatakan bahwa mereka telah bahagia, padahal pada hakikattnya belumlah mereka mengenal hakikat kebahagaan yang sesungguhnya. Bahagia dan senang memiliki maknah yang jauh berbeda. Orang yang merasa senang, belum tentu ia bahagia, namun orang yang bahagia pastilah ia akan merasa senang dengan kebahagiaannya tersebut. Sedangkan kebahagiaan tidaklah diperoleh bagi pelaku-pelaku maksiat yang jauh dari Robbnya, sebab kebahagiaan itu sangatlah erat hubungannya dengan spritual seseorang. Hubungan antara seorang hamba dengan Tuhannya. Wallahu Ta’ala A’lam Bish Showab.

Memang benar, ” Tidaklah ada hidup ini kecuali disertai cobaan ”. Begitu merasa mencintai oran-orang di kajianku, menyayangi mereka karena Alloh, tak ingin rasanya diri ini berpisah dari mereka yang banyak membangkitkat semangatku dalam tholabul ’ilmi. Ku yakini saat itu, bahwa merekalah pejuang-pejuang Alloh yang akan membantuku. Namun, beberapa bulan lamanya mengikuti kajian itu, ada banyak hal yang menggangu pikiranku. Entahlah.. tapi aku tak memperdulikannya. Selain mengikuti kajian mereka, aku juga aktif mengikuti kajian-kajian di internet. 

Alhamdulillah lagi-lagi Alloh yang Maha Baik memberiku kemudahan dengan melengkapi hidupku dengan banyak fasilitas dalam menuntut ilmu. Sehingga, di rumah aku dapat mengakses dan mendownload kajan-kajian ahlus sunnah wal jama’ah. Hingga suatu saat, ku dengarkan kajian mengenai Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dan Kemurnian Dakwah As-Salafush Sholih. Sangat jauh beda dengan kajian yang aku ikuti di kotaku. Bingung, pusing, rasanya campur aduk. Tapi aku coba untuk tidak memperdulikannya, bagiku yang terpenting adalah ilmunya. Lembaran-lembaran waktu tak terasa berganti begitu cepat. Pukul 04.00 sudah, waktunya aku ke tempat kajianku untuk menuntut ilmu. Hari itu memang ada pertemuan, sehingga kajiannya waktu itu dipindahkan ke tempat serketariat. Seperti biasa, ku minta bantuan kakakku untuk mengantarkanku. Sungguh berat rasanya mengajaknya, begitu banyak alasan tak masuk akal dilontarkannya, mulai dari pusinglah, sakit kepalalah, hingga mencari-cari kesalahanku. Sungguh hal ini sangat kontraks dengan sikap sebelumnya padaku. Mulailah lagi aku dibuat bingung olehnya. Namun melihat adiknya yang mulai meneteskan air mata, mulailah ia mengiakan walaupun dengan raut wajah yang masam, tak bergairah. Aku memang mengeluarkan air mata saat itu, sebab ilmu bagiku adalah harta terbesar, akan sangat menyesal rasanya ketika aku ketinggalan dalam meperolehnya. Sunggug tak ada lagi hasrat keduniaan yang ingin kucapai, terkecuali ridho Alloh untukku.
Oleh sebab itu pula aku merupakan salah satu kader yang paling dicintai oleh murobbiku waktu itu. Berkali-kali mereka memujiku di depan para kader yang lain dikarenakan hasratku yang begitu kuat dalam menuntut ilmu di usiaku yang masih sangat muda. Apalagi keputusanku dalam menggunakan jilbab yang syr’i walaupun ditentang oleh banyak orang. Mereka menyayangkan tubuhku tak kan terlihat sedikitpun dan tertutup oleh kain panjang terhampar. Namun itulah keputusan yang telah bulat ku ambil. Benar-benar tak ingin menyia-nyiakan kembali hidup yang tersisa, hidayah yang selama ini ku lalui begitu saja padahal ia telah ada di depanku. Tak ingin terjatuh kembali. Semoga saja.......

Begitu aktif dalam organisasi keagamaanku, membuat kakakku semakin khawatir, mulailah ia mengajakku berbicara saat itu. Tak mengingat pasti text kalimatnya, namun pada intinya ia melarangku untuk mengikuti kajian yang aku ikuti. Tentu aku bingung, ada apa?? Tidakkah kakakku berbahagia dengan keseriusannku dalam mentuntut ilmu agama yang dulunya aku abaikan??? Tidakkah seharusnya ia turut merasakan kebahagiaan yang ku alami ?????
Semuanya bagaikan dilema, tiba-tiba mendapat tentangan dari kakak sendiri. Awalnya ia tidaklah memberikan alasan apapun sehingga membuatku begitu sangat risau. Tak ku perdulikan awalnya ku anggap itu sebagai cobaanku dalam menuntut ilmu. Secara diam-diam, ku hadiri majelis yang biasa ku ikuti tanpa diantar oleh kakak. Kurenungi di pojok aula, sambil menunggu murobi kami, mengapa kakakku melarangku mengikutinya? Mereka baik, bermanhaj salaf, sebahagian dari buku-bukunya pada saat itu juga karangan-karangan ulama as-salaf ( Syaik Muhammad Nashirudin Al- Albani, Muhammad bin Abdul Wahhab ). Ketika majelis mulai di buka, kusimak kata per kata yang dilontarkan oleh sang murobi, mulailah aku merenungi apa yang salah dengannya? Wallah a’lam. Pikiranku ngawur namun kucoba untuk menepisnya sebisa mungkin. Saat itu aku pulang kerumah dalam keadaan benar-benar bingung, tak ada lain do’a yang kupanjatkan saat sholat-sholatku selain agar Alloh meluruskan jalanku dan menunjukkanku agamanya yang haq. Hingga suatu saat aku berbagi pegalamanku ini dengan seorang teman yang ku kenal dari sebuah jejaring sosial. Ternyata ia sama dengan kakakku, menasehatiku untuk berlepas diri dari organisasi islam yang menaungiku. Tak banyak hal yang dipaparkannya, namun ia hanya memberiku sebuah situs salafy untuk menjawab kegalauanku, serta keragu-raguanku belakangan itu. Lalu berkata : ” Cobalah anti baca dulu, fahami baik-baik semoga Alloh memperlihatkan dengan seterang-terangnya mana yang haq dan yang bathil ”. Demikianlah ia berkata padaku. Lalu menjelaskan sedikit demi sedikit apa yang diketahuinya lalu berkata lagi ” Jika ragu, tanyakanlah kepada ustadz, semoga Alloh merahmatimu”. Jawaban yang tentunya tidaklah menjawab tuntas pertanyaaku namun agak sedikit melegakkan. 

Malam itu, selepas sholat isya’ dan bedo’a dengan penuh harapan mulailah ku buka alamat web yang dimaksudkannya (http//:almakassari.com) Tepat, pas dihalaman awal, terpampang judul besar yang menyangkut kajian yang ku ikuti selama ini. Mulailah ku simak kata per kata, lembar-per lembar. Sontak rasa kaget dari dalam diriku. Jujur, saat itu aku memang masih sangatlah awam, belum mengetahui kemurnian dakwah as-salafus sholeh serta aqidah ahlus sunnah wal jama’ah yang haq. Tak puas membaca di web, langsung ku prin saja tulisan-tulisan itu. Hmmm bagaimana tidak, halamannya cukup banyak juga jadi ku putuskan untuk mengopynya lalu ku prin. Di dalam kamarku yang tak begitu luas, mulailah ku pahami tiap makna yang terkandung. Banyak hal yang saat itu mengejutkanku. Sulit untuk ku percaya, tapi itulah yang terjadi. Tak hanya itu pula, alhamdulillah Alloh Sbhanahu Wa Ta'ala memberiku penerangan lain. Keesokan harinya aku bertemu dengan seorang musafir yang kebetulan merupakan kerabat dekat keluargaku. Lama berbicara, akhirnya ku tanyakan kepadanya mengenai apakah itu hizbiyyun?? Dan apakah selama ini aku telah terpelosok masuk kedalam lingkaran itu???? Lalu mulailah ia menjawabnya dengan sangat terperinci dengan sedetail mungkin. ”
Haa ????,,, benarkah orang ini?? Benarkah apa yang dikatakannya?Apa yang ia katakan sama dengan apa yang selama ini ustadz-ustadz salafy katakan dan menasehatiku. Jadi, apakah selama ini aku termaksud di dalamnya? Memisahkan diri bersama organisasi/ yayasan yang kunaungi? Apa maksud dari semua ini? ” Tak banyak kata yang terucap dari lisan yang sedari tadi terasa kaku. Hanya bisa membengong sambil menyimak pemaparannya. Lalu berkatalah ia lagi setelah menjelaskan pula asal penamaan ahlus sunnah wal jama’ah ” ahlus sunnah wal jama’ah mengambil pemahaman dari generasinya yang pertama. Bukanlah dari kelompok-kelompok bid’ah. Ahlus sunnah, tidaklah menisabkan diri pada organisasi-organisasi apapun, tidak pula pada yayasan dan kelompok apapun serta tidak pula berdakwah dengan membawa nama organisasi atau kelompoknya kecuali mereka semata-mata menisabkan diri hanya pada as-salafush sholih.” Wallahu a’lam Masih terdiam dalam keterkejutanku, namun cukup melegakkan hati. Banyak pemaparan darinya yang boleh dikatakan menjawab tuntas keragu-raguanku selama ini – Semoga Alloh merahmati beliau – 

Setelah pulang ke rumah, sambil menunggu waktu sholat tak henti-hentinya ku berdo’a kepada Alloh untuk menunjukkan kepadaku manakah jalan yang haq yang harus ku lalui. Berharap akan ada penerangan lain setelah itu. Tak ada lain, namun sebisa mungkin kulakukan untuk hanya berpegang pada Al-Qur’an dan Assunnah. Tak ikut dalam suatu golongan, tak terikat sebagai seorang kader apapun dalam dakwah islam apapun. Namun mencoba untuk berdiri dan hanya berpegang pada Al-Qur’an dan Sunnah dengan pemahaman as-salafush sholeh serta menjahui pendapat baru yang mengikuti logika dan perasaan.
Hingga saat ini masih sangat banyak yang bertanya, mengapa aku keluar dari tarbiyah mereka,, menanyakan apa pendapatku mengenai lembaga mereka,kajian dan organisasinya. Saat itu aku hanya bisa terdiam begitu pula saat ini. Ku yakin mereka memiliki jawabannya sendiri dan tak ada gunanya apa yang akan ku katakan karena ku tau, mereka begitu cinta dan terikat dengan kegiatan tarbiyah itu, begitu pula aku dulunya. Merasakan menemukan teman sejalan dan itulah teman yang sesungguhnya. Yaitu orang-orang yang deberikan Alloh Subhanahu Wa Ta'ala kearah kebaikan dalam tholabul ilmi. Akan tetapi wahai saudaraku,,, sebelum mempelajari apakah yang kita ikuti itu adalah suatu kebenaran, maka kenalilah dulu apakah itu kebenaran yang hakiki, apakah itu dan bagaimanakah kemurnian dakwah as-salafush sholeh. Sesungguhnya jalan termulus bagi para pejuang Alloh yaitu jalan yang sukar lagi penuh bebatuan,,
Wallahu Ta'ala A’lam Bish Showab....
” Yaa Robbi, apabila aku berada di jalan yang benar ( jalannya as-salaf ) maka ku mohon dengan penuh kerendahanku, berilah aku keistiqomahan agar tetap tegar di jalanku ini. Aku akan siap melewatinya walaupun itu begitu sukar untuk ku lalui. Namun apabila jalanku ini adalah sesat, maka ku mohon yaa Robb dengan segala kebodohanku,,, tuntunlah aku dengan segalah kebaikan dan kelemah-lembutanMu ke jalan yang haq, jalannya As-salaf, sebelum Engkau menghentikan nafasku di dunia ini” Semoga Alloh Subhanahu Wa Ta'ala memberikan petunjuk bagi hamba-hambanya yang beriman dan bertaqwa

Read More..

About Me

Foto Saya
Akhwat's Note
Just an ordinary girl...
Lihat profil lengkapku