Saat mendengar kalimat "Hafal Al Qur'an 30 juz" apa yang sering terlintas dibenak kita?
“Hafal 30 juz? Wah, gimana caranya?”. Jangankan untuk memulai, baru membayangkan saja sudah pesimis.
“Ah, dia mah enak bisa menghafal dari dulu. Sedangkan saya? Kayaknya mustahil, umur sudah segini, sudah telat juga kayaknya,” and bla…bla.. bla…
Ya, antara lain mungkin seperti itu. Saya pun dulu juga sempat berpikir seperti itu. "Wah? like impossible. Umur sudah berapa, aktivitas padat, pikiran mulai bercabang," dll.
Oke.. Tapi tau tidak, apa yang membuat seseorang itu gagal meraih apa yang diinginkan?
Yup. Salah satunya adalah selalu mengeluh tanpa berbuat sungguh-sungguh dan selalu compare hasil kita dengan hasil orang lain.
"Ah, tapi dia mah enak. Emang dasarnya pintar, sudah lama masuk pondok", dll.
Nah, itulah kita…
Kita selalu melihat hasil tanpa mau tau bagaimana start dan prosesnya. Tidak semua para hafidz/hafidzoh itu dilahirkan dari keluarga yang 100 % religious, tak semua juga memiliki IQ yang tinggi, tak semua jebolan pesantren dan mondok bertahun-tahun lamanya. Tak jarang mereka berasal dari sekolah umum. Sedikit berbagi pengalaman pribadi, dulu kelas 10 belum bisa ngaji. Walaupun mulai kerudung gede tapi masih buta huruf hijaiyah. Belum tau mengaji dengan tajwid itu seperti apa. Kelas 10 cuman hafal Al Fatihah, Al Ikhlash, sama An Naas. Itupun Al Ikhlash kadang masih lupa-lupa. Setiap sholat cuman dua surah itu yang selalu dibaca. Sampai malu sendiri sama kerudung gede tapi belum tau ngaji >.<
Tapi bagiku saat itu better late than never. I quit, I lose.
Yakinlah, “Besar kecilnya pencapaian yang kita raih tergantung sebesar apa usaha yang kita lakukan dan tentunya tak lepas dari campur tangan Allah”. Kebanyakan kita hanya selalu mencoba sebentar, susah, gagal, menyerah, lalu pada akhirnya berhenti. Padahal untuk meraih sebuah pencapaian besar tentu saja tidak didapat dengan mudah. Jika dianalogikan mungkin seperti ini, seseorang yang ingin membeli berlian otomatis harus bekerja keras untuk mendapatkannya. Sebaliknya, jika kita tidak ingin usaha and try harder itu berarti kita cukup dengan aksesoris plastik yang mudah didapat bahkan tanpa harus usaha kerja siang malam sekalipun.
Tidakkah kita berpikir, bahwa terlalu murah untuk membalas kebaikan kedua orang tua dengan gelar dunia, materi dan sejenisnya? Semua itu ada waktu limitnya. Tak akan bertahan lama. Jabatan dan prestasi dunia hanya akan mengharumkan nama kita di daerah tertentu saja dan dimasa itu saja. Setelah itu? Selesai. Pun, harta dunia yang kita kumpulkan bisa dalam sekejap hilang begitu saja, dan juga tak akan meringankan beban kita di akhirat kelak.
Gempa dan tsunami Palu, Sigi dan Donggala belum lama ini menyadarkan kita bahwa harta, rumah, kendaraan mewah yang dikumpulkan mati-matian, kerja siang malam bertahun-tahun untuk mendapatkannya bisa dengan mudahnya hilang dan hancur begitu saja dalam sekejap. Semua yang dibanggakan bisa hilang begitu saja. Tak ada yang kekal. Kekekalan yang sesungguhnya dimana? Akhirat.
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda yang artinya :
"Siapa yang menghafal Al Qur'an, mengkajinya dan mengamalkannya, maka
Allah akan memberikan mahkota bagi kedua orang tuanya dari cahaya yang
terangnya seperti matahari. Dan kedua orang tuanya akan diberi dua
pakaian yang tidak bisa dinilai dengan dunia. Kemudian kedua orang
tuanya bertanya, "Mengapa saya sampai diberi pakaian semacam ini?" Lalu
disampaikan kepadanya, "Disebabkan anakmu telah mengamalkan Al Qur'an."
(HR. Hakim 1/756 dan dihasankan oleh Syaikh Al Albani -rahimahullah-)
Itulah hadiah yang kekal. Kebanggaan yang haqiqi disaat para orang tua dan anak-anaknya hanya mampu tertunduk kaku. Saat dimana gelar, jabatan dan harta yang dibanggakan semasa di dunia tak lagi bermanfa’at. Dulu saya termaksud orang yang berprinsip, “Jika engkau mampu berusaha meraih berlian, lantas mengapa harus mengambil barang plastik dan puas dengan itu?”
So guys…
Menghafal Al Qur’an itu tidak mudah. Apalagi mempertahankannya. Tapi bukan berarti mustahil. Toh, banyak orang yang berhasil. Just don’t quit. You quit, you lose. Yakinlah, setiap orang yang berjalan pasti akan sampai. Tak perduli sepelan apa ia berjalan suatu saat ia pasti akan tetap sampai juga ke finish line. Begitu juga dalam menghafal. Selambat apapun engkau merasa menghafal, yakinlah akan sampai juga. Hal terpenting adalah sungguh-sungguh, banyak berdo’a, dan jahui maksiat.
TAK ADA KATA TERLAMBAT!
Take action and try harder. Stop compare proses kita dengan orang lain karena setiap orang punya prosesnya masing-masing dan waktu pencapain yang berbeda-beda. It’s gonna be tiring of course. It gonna be boring, and it’s gonna hurt. But you just gotta keep going!
Wallahu a'lamu bishshowaab