"Tidak. Aku tak bisa menerimanya. Ia mengagumkan secara keilmuan, namun sangat jauh dari tipeku secara fisik".
Entah berapa kali kalimat itu berputar bagai kaset rusak dalam benak Zahra. Wanita asal Ibu kota yang berstatus mahasiswi tingkat akhir di sebuah Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan di kota pelajar. Meyakinkan diri, bahwa proses ta'aruf dan nadzor yang saat ini sedang ia jalani tak bisa dilanjutkan. Gadis itu benar-benar tak serius dalam proses perjodohan ini. Ia memang ingin menikah, tapi bukan dengan pria yang saat ini sedang membasuh dirinya dengan air wudhu di pojok ruang mushola.
Sosok pria itu berdiri bersama bang Ahmad, tak jauh dari tempat Zahra duduk. Bang Ahmad satu-satunya saudara Zahra yang beberapa tahun silam memutuskan untuk mulai berhijrah, mencoba mempelajari dan menjalankan sunnah Rasul-Nya yang sebelumnya sering terabaikan.
Keduanya asik berbincang, mengabaikan gadis berkerudung hitam yang justru sedang tenggelam dalam lamunan bersama pria lain yang berhasil menawan hatinya setahun belakangan. Ya, gadis itu sedang jatuh cinta. Hatinya tertawan pada satu nama yang dua semester lebih membelenggunya dengan pesona dan kharisma yang dimiliki.
Namanya Andra, pria satu prodi yang berhasil ia dekati saat kata hijrah masih jauh dalam benaknya. Anggap saja ia jahat karena telah berani menggoda pria alim di kelasnya, tapi apa yang bisa ia lakukan? Gejolak cinta anak kuliahan yang masih jauh dari kata hijrah tak bisa ia bendung. Melalui teman sekelasnya itulah, Allah menuntunnya untuk berbenah dan menemukan jalan hijrah yang saat ini ia tapaki. Mengingat namanya saja hatinya terasa bergetar, ingin rasa membongkar kotak rindu. Diam-diam ia membisikkan nama yang berhasil menawan hatinya disela-sela lamunan. Lirih, hanya angin yang mampu mendengarnya.
"Allahu akbar. Allahu akbar...."
Lamunannya terhenti saat terdengar suara iqamah shalat maghrib. Menginterupsi secuil rindu yang tak kunjung hilang bersama senja.
"Silahkan jadi imam". Bang Ahmad mempersilahkan pria di sampingnya. Pria yang beberapa minggu lalu bertukar CV dengan adik bungsunya. Tak diragukan lagi, dari segi hafalan Al Qur'an dan bacaan, pria itu jauh lebih baik dari sang abang.
Tanpa komando, Zahra memposisikan diri di shaf wanita. Bersiap untuk ikut shalat berjamaah bersama abang dan pria yang ingin meminangnya. Gadis itu melirik dari balik hijab. Mencoba menyelami lebih jauh objek pandangannya, namun hatinya tak bisa berbohong.
Sebesar apapun usahanya untuk menerima pria itu, sebesar itu juga akalnya menolak. Belum ia temukan sesuatu yang membuatnya yakin untuk menjadikan pria tersebut sosok imam di masa depan, menjadi nakhoda dalam mahligai rumah tangga yang sangat ingin ia segerakan.
Sesaat hening. Tak lama kemudian terdengar lantunan ayat Al Qur'an yang begitu indah. Suara dan ritme bacaan sang imam memanjakan telinga gadis itu. Tak menunggu waktu lama hingga getaran itu muncul tanpa malu-malu. Hanya sesaat, kemudian berganti dengan ketenangan yang menyeruak masuk tanpa permisi. Menyejukkan hati yang selama ini dirundung galau dan sepi.
Semakin lama, Zahra semakin terhanyut dalam bacaannya. Semakin panjang ayat yang pria itu baca, semakin besar damai menyelimuti gadis yang hendak dipinangnya. Terasa ada bagian kosong dalam diri gadis itu yang saat ini sedang terisi. Tanpa kompromi hatinya berbisik, "Aku menerimanya". Ia terbius dan entah keyakinan itu dari mana datangnya, namun ia sangat yakin bahwa apa yang terjadi saat ini tak lepas dari campur tangan Allah. Apa yang sulit bagi Allah?. Hingga rakaat terakhir hatinya masih sama. Bismillah, ia akan menerimanya.
Ajaib? Zahra pun merasakannya. Baru beberapa menit yang lalu, pikiran rasionalnya menolak. Kini, entah kenapa ia begitu yakin bahwa pria di depannyalah sosok yang ia butuhkan. Sosok yang dalam sekejap mengingatkannya akan Sang Pencipta dan mampu mengisi rasa kosong yang selama ini selalu ia nafikan.
Mungkin pria itu bukan sosok yang ia inginkan, tapi ia yakin bahwa pria itulah sosok yang ia butuhkan. Sosok yang bisa membantunya menjadi pribadi lebih baik dan istiqomah dalam hijrah. Dimana rasa cinta dan kasmaran kepada Andra, pria satu prodinya yang beberapa menit lalu menggerogoti hati? Sekejap melebur entah kemana.
Ah, entahlah. Terlalu banyak rasa yang tak mampu ia kemas dalam kata.
Hari ini ia belajar, pada akhirnya Allah yang menggenggam hati hamba-Nya. Perkara hati seringkali diluar kuasa kita sebagai manusia.
Kita boleh mengatakan, "dia bukan tipeku", namun jika Allah menakdirkannya menjadi jodohmu, maka akan ada saja cara Allah untuk melembutkan hatimu dan menerimanya. Sebaliknya, secinta dan sekuat apapun usahamu untuk bersama orang yang dicintai, jika bukan jodoh, akan ada saja cara Allah untuk memisahkan dua hati yang sedang dilanda asmara. Semudah dan sesingkat pertemuannya bersama pria yang saat ini sedang duduk berdzikir di hadapannya, di atas sajadah musholah.
'Aisyah Yusriani Al Haddad
(Diambil dari buku Live the Life with Love)
NB : Kisah di atas terjadi sekitar 5 tahun silam, dan sekarang keduanya telah menikah serta dikaruniai satu orang anak ^^